Pantai kotor jadi asal muasal TPST Seminyak

Sabtu, 28 Juli 2018 | 15:30 WIB   Reporter: Wahyu Tri Rahmawati
Pantai kotor jadi asal muasal TPST Seminyak

ILUSTRASI. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Seminyak


LINGKUNGAN HIDUP - SEMINYAK. Sampah plastik menjadi salah satu penyebab rusaknya lingkungan. Di daerah wisata dengan produksi sampah besar, pengolahan sampah menjadi salah satu upaya konservasi lingkungan. Sampah-sampah yang tak terurai ini bisa mengotori lingkungan, termasuk kawasan-kawasan wisata.

Ketika air pasang tiba, sering kali sampah-sampah plastik ini mendarat di pantai yang menyebabkan daya tarik kawasan pantai menjadi berkurang. Hal ini pula yang mendorong pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) 3R Seminyak.

Setelah menjalankan salah satu program corporate social responsibility, yakni Bali Beach Clean Up (BBCU) selama 11 tahun, Coca-Cola Amatil Indonesia memperluas program ini. Awalnya, BBCU fokus pada pembersihan sekitar 9,7 kilometer garis pantai di lima pantai ikonik di Bali, yakni Kuta, Legian, Kedonganan, Jimbaran, dan Seminyak.

Program ini memungkinkan masyarakat setempat untuk menjaga lingkungan mereka. Sejak dimulainya program hingga 2018, telah terkumpul lebih dari 38 juta sampah. Coca-Cola mendukung program ini dengan menyediakan empat traktor pantai, 2 barber surf rakes, 3 truk sampah, 78 pekerja yang dipekerjakan dari komunitas lokal di sekitar pantai, dan 150 tempat sampah baru per tahun.

Tahun ini, untuk memperluas inisiatifnya, CCAI mendukung fasilitas pengolahan limbah terpadu (TPST) Seminyak untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem pengelolaan limbah dengan meluncurkan pusat pembelajaran atau learning center Bali Beach Clean Up (BBCU).

Coca-Cola Amatil Indonesia menyediakan ruang kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk mendukung program ini. “Workshop pertama dilakukan pada pekan lalu tentang bagaimana menjalankan TPST,” kata Kadir Gunduz, Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia, Sabtu (28/7) pada peresmian learning center TPST-3R Seminyak.

Selain itu, dimulai pada tahun ini, CCAI menyumbangkan tiga tipe sistem tempat sampah untuk masyarakat di area operasi mereka untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pembagian tipe sampah. “Yang sulit selama 15 tahun saya mengurusi sampah yang susah adalah mengubah pola pikir masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik,” kata I Komang Ruditha Hartawan, Ketua TPST-3R Seminyak.

Komang mengatakan, TPST ini sudah beroperasi selama 15 tahun. Dulunya, TPST ini hanya memiliki satu truk dengan tiga tenaga kerja. Saat ini, TPST-3R Seminyak memiliki 16 truk dengan 36 tenaga kerja.

Lewat pusat pengolahan sampah ini, Desa Seminyak langsung mengambil sampah dari sumbernya, yakni rumah tangga dan penyedia akomodasi wisata, yakni hotel dan restoran. “Kami ada 16 truk yang beroperasi setiap hari. Tiga truk malah sampai dua kali jalan,” kata Komang.

TPST yang berada di lahan 16,4 are ini menangani dan mengangkut sampah di wilayah Seminyak dan sekitarnya. Sebagai salah satu tujuan wisata, sekitar 60% sampah Seminyak adalah sampah non organik. Sisanya merupakan sampah organik, terutama berasal dari hotel besar dengan kebun yang luas.

Setelah diolah, sampah non organik akan diambil oleh pengepul pada sore harinya. Untuk sampah organik dari hotel, Komang mengatakan bahwa pihaknya hanya mengolah dan mengembalikan hasil olahan ke hotel dalam bentuk kompos.

Dari sini, TPST Seminyak memungut biaya produksi Rp 1.500. Tapi, secara total, TPST memungut ongkos antara Rp 100.000 hingga Rp 5 juta untuk pengelola hotel, tergantung volume sampah yang diangkut.

Sementara untuk rumah tangga, ongkos pengangkutan dan pengolahan sampah sebesar Rp 40.000 per rumah tangga. “Jadinya, ada subsidi silang untuk pengolahan sampah Seminyak,” kata dia.

Ongkos produksi TPST Seminyak saat ini berkisar antara Rp 90 juta hingga Rp 100 juta per bulan. Ongkos terbesar terutama berasal dari gaji pekerja dan BBM untuk 16 armada.

Komang mengatakan, dalam 15 tahun pengelolaan sampah ini berdiri, kebersihan Seminyak semakin tampak. “Kalau daerah pariwisata kotor tidak akan bertahan lama,” kata dia.

Dulu di pantai banyak tumpukan sampah. Sekarang ini kalau musim sampah, jarang Seminyak ada sampah. “Karena kami bekerja sama dengan pedagang pantai, hotel untuk berpartisipasi,” pungkas Komang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru