Pengamat: Pilkada Sumut tak akan kalah menarik perhatian publik

Minggu, 11 Februari 2018 | 14:46 WIB   Reporter: Lidya Yuniartha
Pengamat: Pilkada Sumut tak akan kalah menarik perhatian publik

ILUSTRASI. Pelepasan Gubernur DKI Jakarta


PILKADA - JAKARTA. Pengamat Politik Yunarto Wijaya menilai, Pilkada Sumatera Utara (Sumut) yang akan digelar tahun ini tidak akan kalah menarik perhatian publik. Pasalnya, dalam Pilkada ini terdapat dua tokoh nasional yang turut mencalonkan diri sebagai calon gubernur Sumatera Utara.

Tahun ini, terdapat tiga pasangan bakal gubernur dan wakil gubernur yang akan saling bertarung.

Pasangan pertama adalah Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus. Pasangan ini didukung oleh PDIP dengan 16 kursi DPRD Sumut dan PPP dengan 4 kursi.

Pasangan kedua adalah pasangan JR Saragih dan Ance Selian yang didukung oleh koalisi tiga partai yakni Partau Demokrat dengan 14 kursi, PKB 3 kursi dan PKPI sebanyak 3 kursi.

Sementara itu, pasangan ketiga yakni Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah didukung oleh Golkar sebanyak 17 Kursi, Gerindra 13 kursi, PKS 9 kursi, PAN 6 kursi dan Nasdem dengan 5 kursi.

Dalam pilkada tahun ini, gubernur petahana Tengku Erry Nuradi, tidak bisa mencalonkan diri lantaran tidak mendapatkan dukungan dari partai yang tadinya mengusung Erry.

“Pilkada ini akan menjadi menarik. Dua tokoh nasional turut bergabung dan petahana tidak bisa maju. Artinya, konstelasi politiknya cukup tinggi,” jelas Yunarto kepada KONTAN, Sabtu (10/2).

Menurut Yunarto, pilkada Sumut akan mampu menarik perhatian publik karena masing-masing tokoh yang diusung. Sebut saja Djarot yang sebelumnya mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI Jakarta, bahkan sempat menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap dipanggil Ahok. Djarot pun dikenal sebagai walikota Blitar dan dikenal sebagai tokoh anti korupsi.

Tokoh nasional kedua yakni Edy Rahmayadi merupakan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Untuk mengikuti pemilihan gubernur ini, Edy pun harus mengundurkan diri dari TNI dan melepas jabatannya sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Sementara itu, Yunarto pun mengatakan, JR Saragih tidak bisa dilupakan karena dirinya pernah menjabat sebagai Bupati Simalungun dan sempat bergelut di bidang militer pula. Dia bilang, sosoknya cukup dikenal di daerah Sumut dan memiliki rekam jejak yang baik. “JR Saragih tetap akan diperhitungkan, tetapi ada keterbatasan karena beliau tertutup oleh tokoh nasional,” ujar Yunarto.

Yunarto menambahkan, adanya keikutsertaan tokoh nasional tersebut akan mampu mendorong jumlah partisipasi pemilih. Terlebih, menurut Yunarto masyarakat Sumut cukup apatis dalam setiap pemilihan kepala daerah. Bahkan, pada Pilkada Medan 2015, partisipasi pemilih pada hanya 25,38% atau hanya sebanyak 507.350 orang dari total pemilih 1.998.835.

“Sikap apatis itu tersebut karena pemimpin mereka yang banyak tersangkut korupsi. Karena itu mereka merindukan pemimpin yang baik, ini pertarungan menjadi menarik karena munculnya tokoh nasional yang bukan hanya dari Sumatera Utara tetapi skala nasional dan terkenal rekam jejaknya,” terang Yunarto.

Lebih lanjut, Yunarto menjelaskan, dalam pilkada kali ini, faktor-faktor primordial tetap akan menjadi variabel yang berpengaruh. Namun Yunarto yakin, tokoh yang muncul akan mampu menekan faktor-faktor tersebut bukan seperti saat Pilgub DKI Jakarta, di mana faktor primordial tersebut berubah menjadi ajang teror dan ajang fitnah yang bisa memecah masyarakat.

“Djarot tidak akan hanya dilihat Jawa-nya saja, tetapi pemintahannya, JR Saragih tidak hanya dilihat dari agamanya dan bataknya saja tetapi dlihat dari kepemimpinannya, Edy tidak hanya melayu dan Islam, tetapi pengalamannya menjadi militer. Modal sosial dalam pilkada ini tinggi dan itu akan menurunkan faktor primordial tadi,” ujar Yunarto.

Dalam dua pilkada sebelumnya, kepala daerah yang diusung PKS selalu menjadi pemenang. Namun, menurut Yunarto, partai pendukung bukan menjadi penentu. Meski PKS mendukung Edy dalam pilkada tahun ini, namun Yunarto berpendapat masih ada koalisi partai lain yang turut mendukung Edy. Bahkan, PDIP dianggap sangat serius pada Pilkada Sumut ini dengan menurunkan Djarot. Terlebih, PDIP kalah dalam Pilkada DKI Jakarta. “Jadi PDIP akan berusaha semaksimal mungkin,” tuturnya.

Melihat peluang ketiga calon gubernur ini, Yunarto berpendapat, Edy sudah menang di atas kertas. Namun, Djarot dapat mengejar ketertinggalan tersebut dengan kerap melakukan blusukan ke masyarakat Sumut.
 
Yunarto menambahkan, calon wakil gubernur tidak menjadi faktor utama yang berpengaruh pada pilkada ini. Namun, menurutnya pasangan Djarot dan Sihar menjadi pasangan yang paling melengkapi.

“Djarot Jawa dan Islam, sementara Sihar orang Toba dan Kristen. Logistiknya pun sangat kuat, apalagi membawa nama DL Sitorus. Tetapi ini hanya faktor penambah saja,” ujar Yunarto.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru