Kementerian PU-Pera dorong penyelesaian persoalan konstruksi lewat Dewan Sengketa

Senin, 20 Agustus 2018 | 17:10 WIB   Reporter: Handoyo
Kementerian PU-Pera dorong penyelesaian persoalan konstruksi lewat Dewan Sengketa

ILUSTRASI. ILUSTRASI OPINI - Terapi Simtomatis BUMN Konstruksi


PROYEK INFRASTRUKTUR - YOGYAKARTA. Pembangunan Infrastruktur yang sedang gencar dilaksanakan Pemerintah dapat menimbulkan potensi terjadinya sengketa konstruksi dalam pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan besarnya jumlah nilai paket pekerjaan dan juga kurangnya pengetahuan terhadap berbagai aspek dalam kontrak konstruksi.

"Setelah penandatanganan kontrak kerja konstruksi seharusnya menjadi solusi bagi Penyedia dan Pengguna Jasa Konstruksi bukan justru menjadi permasalahan yang sering kali menjadi masalah tidak berujung," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Syarif Burhanuddin, dalam siaran persnya, Senin (20/08).  

Undang-Undang No 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dengan salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajibannya, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada pasal 88 ayat 4 Undang-undang No 2 Tahun 2017 menjelaskan pilihan pertama penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi adalah musyawarah untuk mufakat baru kemudian dilanjutkan pada tahap penyelesaian sengketa yang terdiri dari mediasi, konsiliasi dan arbitrasi. 

“Musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan kunci agar terjadi hubungan baik antara penyedia jasa dan pengguna jasa konstruksi. Dan pemahaman tentang penyelesaian kontrak konstruksi ini pun perlu diketahui oleh semua pihak bukan hanya pihak kontraktor melainkan juga praktisi hukum di Indonesia.” Ujar Syarif

Dua tahap upaya penyelesaian sengketa yaitu mediasi dan konsiliasi dapat digantikan dengan Dewan Sengketa yang bertujuan untuk meyederhanakan proses agar mencapai hasil yang lebih cepat, murah dan mengutamakan kesepakatan yang saling menguntungkan. 

Latar belakang keberadaan Dewan Sengketa ini adalah  banyaknya pekerjaan konstruksi yang secara fisik telah dilaksanakan, namun masih meninggalkan sengketa atau permasalahan legal dan administrasi. 

Pada umumnya penyelesaian sengketa tersebut berujung di arbitrase atau pengadilan yang sering kali belum tentu mencapai kesepakatan antar para pihak, hingga tetap dilakukan  peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Proses tersebut di atas memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar, serta menimbulkan ketidakpastian hukum di antara para pihak.

“Permasalahan kontrak kerja konstruksi melalui dewan sengketa ini mampu memberikan banyak manfaat seperti menghemat waktu, biaya dan bisa menjaga hubungan baik antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Kementerian PU-Pera saat ini mulai melakukan penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi menggunakan Dewan Sengketa (Dispute Board),” Ungkap Syarif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru