BATIK-PEKALONGAN. Anak-anak difabel yang tergabung dalam Rumah Batik PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menyulap limbah botol plastik menjadi barang bernilai tambah.
Ditangan mereka, limbah tersebut diubah menjadi berbagai produk batik mulai dari tas jinjing, totebag, pouch hingga tas laptop.
Sekedar informasi, anak-anak disabilitas tersebut merupakan siswa yang dinyatakan lulus dalam pelatihan batik yang diselenggarakan Rumah Batik TBIG.
Joko yang merupakan seorang trainer di Rumah Batik TBIG mengatakan, untuk menghasilkan satu produk tersebut diperlukan sekitar enam botol hingga delapan botol tergantung jenis dan ukuran produknya.
Sebelum disulap menjadi kerajinan batik, botol-botol bekas tersebut diproses terlebih menjadi serat yang berbentuk jaringan.
"Setiap produk kan beda-beda, ada yang mulai dari enam botol, ada yang mulai dari delapan botol, ada yang bisa lebih. Karena biasanya mesin pembuat bahannya itu kan ada di Jakarta di perusahaan TBIG, sehingga biasanya sampah dikumpulkan dari sana. Kita itu sudah dapat yang meteran," ujar Joko saat ditemui Kontan di Pekalongan, Kamis (17/10).
Baca Juga: Jaga Warisan Budaya, Rumah Batik TBIG Lahirkan 32 Wajah Pembatik Baru
Joko menyebut, awalnya dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) TBIG di bidang lingkungan, produk tas yang dihasilkan hanya polos atau tanpa motif. Namun, berkat program CSR dibidang kebudayaan, anak-anak difabel berhasil mengkombinasikan produk tas tersebut dengan motif batik sehingga terlihat tampak kekinian.
"Kita melihat ada potensi untuk produk itu dikembangkan kembali menjadi sesuatu yang nilai jualnya jauh lebih tinggi. Dari situ kita memberdayakan alumni-alumni rumah batik TBIG yang dari kelas disabilitas, karena kalau arahnya ke totebag dan tas itu kan sebenarnya prosesnya tidak serumit ketika batik tulis," katanya.
Joko menambkan, meski produk tersebut dikerjakan oleh anak-anak disabilitas, namun tidak ditemukan kendala dalam produksinya. Hal ini dikarenakan anak-anak difabel tersebut telah melakukan pelatihan membatik selama setengah tahun.
"Jadi memang sudah anak-anak pilihan yang secara kemampuan membatik itu sudah menunjukkan arah untuk bisa dikembangkan ke arah komersial," imbuhnya.
Rencananya, produk-produk tas tersebut akan dipasarkan ke masyarakat umum yang akan ditangani langsung oleh Koperasi Bangun Bersama (KBB). Koperasi ini dibuat untuk menyediakan pembiayaan mikro dan akses permodalan kepada para pembatik skala kecil di wilayah Pekalongan.
"Untuk pemasaran dan distribusinya diserahkan kepada KBB. Jadi ada pihak koperasi, karena juga pemodalan sejak awal semuanya didanai oleh KBB. Anak-anak itu biasanya diajak untuk membangun brand, terus dibimbing permodalan dan pengerjaan," imbuh Joko.
Sebagai informasi, Rumah Batik TBIG merupakan bagian dari program bangun budaya yang diselenggarakan oleh TBIG, di mana menyelenggarakan pelatihan yang berfokus pada pelestarian batik.
Sejak berdiri pada tahun 2014, Rumah Batik TBIG telah meluluskan ratusan siswa, dan sukses membuka usaha batik secara mandiri.
Pada tahun ini, Rumah Batik TBIG kembali menggelar wisuda batch ke-5 yang meluluskan 32 siswa yang terdiri dari 20 siswa Regular A dan 12 siswa Regular B (disabilitas).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News