JAKARTA. Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat menyatakan, tingkat kesadaran perusahaan melaporkan data jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pemerintah masih rendah.
"Rendahnya kesadaran perusahaan melaporkan data PHK terkini kepada pemda membuat ketidaksesuaian data jumlah PHK di Jawa Barat antara pemerintah dengan unsur serikat pekerja atau pengusaha," kata Kepala Disnakertrans Jabar Hening Widiantmoko di Bandung, Kamis (15/10).
Ia menuturkan, 14 Oktober 2015 adalah batas waktu bagi kabupaten/kota melaporkan data terkini tentang jumlah karyawan yang di-PHK.
"Soal laporan data PHK ternyata ada beberapa penafsiran yang tidak sama antara satu kabupaten/kota dengan yang lainnya," kata dia.
Ia menuturkan data PHK yang tercatat dilaporkan dengan data tenaga kerja yang mencairkan jaminan hari tua (JHT) BPJS sehingga jumlahnya menjadi tidak akurat.
"Seperti diketahui, bahwa yang berhak mengambil JHT adalah tenaga kerja yang pensiun, mengundurkan diri dan PHK serta yang meninggal dunia/cacat tetap dan tidak dapat bekerja kembali," kata dia.
Menurut dia, data yang dimiliki oleh Jawa Barat pada tahun 2014-2015 berdasarkan jaminan hari tua yang dicairkan jumlahnya sangat besar yakni 204.000 orang.
"Tentu data ini tidak valid kalau dipakai untuk menyebutkan yang di PHK sebanyak itu. Oleh karenanya, kami meminta kawan-kawan di kabupaten/kota untuk menghitung kembali hanya yang ter-PHK murni bukan karena mengundurkan diri dan lain-lain," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Hening, untuk saat ini pihaknya belum dapat memastikan berapa jumlah pekerja yang di-PHK di Jawa Barat.
Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya mengusulkan konsep 'Sosial Safety Net' untuk memberdayakan para korban PHK. Cara ini pernah diterapkan saat krisis ekonomi tahun 1998.
Data terakhir jumlah pekerja yang PHK di Jawa Barat terus bertambah seiring perlambatan ekonomi yakni mencapai 6.000 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News