KEMARAU - JAKARTA. Untuk pertama kalinya, wilayah Batam menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan untuk mengisi cadangan air Waduk Duriangkang yang menopang kebutuhan air baku Kota Batam, Kepulauan Riau.
“Badan Pengusahaan Batam berkirim surat pada kami beberapa waktu lalu untuk layanan jasa TMC di Pulau Batam. Kami merespon permintaan tersebut dan sudah dilakukan survei pada pertengahan Maret lalu. Hasilnya diputuskan dilaksanakan operasi TMC yang dimulai hari ini. Ini pertama kalinya TMC diterapkan di Batam,” ujar Tri Handoko Seto, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) dalam keterangannya, Kamis (11/6).
Tim TMC –BPPT memulai penerbangan penyemaian pada pagi hari sekitar 10.15 WIB menggunakan pesawat Piper Cheyenne –PK TMC dari landasan pacu Bandara Hang Nadim Batam dengan membawa bahan semai lima batang flare higroskopis. Target penyemaian tim TMC-BPPT di sekitar Waduk Duriangkang dan Pulau Galang (Tenggara Pulau Batam).
Selang beberapa waktu, sekitar pk 11.00 dilaporkan terjadi hujan deras di area Posko TMC-BPPT dan di wilayah Waduk Duriangkang dan wilayah Batu Ampar di Utara Pulau Batam.
Koordinator Lapangan TMC-BPPT Posko Batam Budi Harsoyo mengatakan, penggunaan flare dikarenakan izin terbang pesawat hanya diperbolehkan di bawah ketinggian 6000 kaki.
” Area terbang di sekitar wilayah target, sebagian masuk wilayah penerbangan Singapura. Secara traffic cukup padat jadwal penerbangan masuk dan keluar Singapura. Sehingga pesawat BPPT hanya diijinkan terbang dibawah ketinggian 6000 ribu kaki. Pesawat Piper Cheyenne mampu terbang rendah pada ketinggian sekitar 3000-4000 kaki di area base cloud,” papar Budi yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Penerapan TMC-BBTMC.
Operasi TMC di Batam dijadwalkan selama 30 hari mendatang. Pantauan cuaca selama operasi TMC berlangsung didukung Stasiun Meteorologi (Stamet) Hang Nadim Batam dan AirNav cabang Batam.
Badan Pengusahaan (BP) Batam melalui Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan saat ini mengelola 9 waduk, dan terbesar yaitu Waduk Duriangkang. Waduk Duriangkang merupakan waduk dengan daerah tangkapan air terluas di Pulau Batam, dan mampu menyumbang sekitar 70 persen dari total keseluruhan kebutuhan air di kota Batam.
“Musim kemarau tahun lalu yang cukup panjang membawa dampak terjadinya penurunan intensitas curah hujan. Pada Januari Februari lalu jumlah curah hujan di Pulau Batam masih lebih kecil dibanding rata-rata curah hujan sebelumnya,” ujar Tri Handoko Seto.
Hal senada diungkap Hajad Widagdo, Manager Air Baku Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam.
“Walau belum sampai titik kritis, namun pasokan air turun terus sehingga air baku yang dibutuhkan untuk produksi air bersih juga terbatas. Penyebabnya, kemarau berkepanjangan sementara jumlah pelanggan juga terus bertambah dari waktu ke waktu,” ujarnya.
Hingga 10 Juni 2020, Tinggi Muka Air (TMA) Waduk Duriangkang tercatat mengalami penurunan sekitar 3,5 meter dari batas normal.
Bendungan Duriangkang terletak di Desa Bagan, Kecamatan Seibeduk Pulau Batam. Bendungan ini merupakan bendungan muara sungai (estuary dam) pertama di Indonesia. Air waduk Duriangkang berasal dari sungai-sungai kecil yang berada di sekeliling waduk serta air hujan.
Berdasarkan laporan inspeksi besar dan evaluasi keamanan bendungan pada 2014 diketahui luas genangan waduk pada ketinggian air 7,5 meter mencapai 24,5 km2. Sementara luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Waduk Duriangkang sebesar 75,18 km2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News