CUKAI PLASTIK - SURABAYA. Rencana pemerintah untuk memungut cukai plastik dan Minuman Berpemanis dalam kemasan (MBDK) masih abu-abu. Hal ini lantaran pemerintah masih mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi dan juga daya beli masyarakat.
Meski kebijakan ini belum jelas kapan berlaku, namun Bea Cukai Jawa Timur dalam hal ini Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I dan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur II telah mematok target setoran dari dua objek cukai tersebut.
Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Timur I, Untung Basuki mengatakan, Bea Cukai Jawa Timur harus mengejar setoran cukai plastik dan minuman berpemanis sebesar Rp 2,5 Triliun.
Adapun rinciannya adalah target setoran cukai plastik sebesar Rp 604 miliar dan setoran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar Rp 1,89 triliun.
Baca Juga: Penerimaan Bea Keluar Seret, Setoran Cukai Bisa Jadi Andalan
"Karena secara ketentuan kita masih dibebankan yaitu produk plastik dan MBDK yang saat ini belum dilakukan pemungutan yaitu untuk produk plastik Rp 604 miliar dan MBDK Rp 1,89 triliun," ujar Basuki dalam acara Press Tour di Surabaya, Selasa (12/9).
Basuki mengakui, bahwa realisasi kinerja sektor kepabeanan dan cukai Jawa Timur didominasi dari setoran cukai. Wajar saja, pada tahun ini saja mereka harus mengejar target setoran cukai sebesar Rp 143,76 triliun.
"Artinya memang Jawa Timur ini didominasi penerimaan dari sisi cukai," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, rencananya penerapan cukai plastik dan Minuman Berpemanis akan berlaku pada tahun depan. Untuk itu, pembahasannya masih akan terus dilakukan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Ini tentunya kita sudah mulai dalam penyusunan APBN 2024, dalam KEM-PPKF sudah kita masukkan kebijakan ini dan sudah mulai kita bahas dengan DPR," ujar Askolani dalam Konfensi Pers APBN Kita, Senin (24/7).
Baca Juga: Menanti Pidato Nota Keuangan 2024 Jokowi, Ekstensifikasi Cukai Jadi Berlaku?
Adapun untuk cukai minuman Berpemanis (MBDK), alasan kesehatan menjadi latar belakang utama perlu adanya ekstensifikasi cukai tersebut. Merujuk Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024, prevelensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebesar 30% hanya dalam waktu lima tahun sejak 2013 sampai 2018 berdasarkan dara Riset Kesehatan Dasar Terakhir.
Nah, dalam rangka mengendalikan konsumsi atas barang-barang yang dianggap menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan, maka pemerintah mengusulkan kebijakan ekstensifikasi cukai berupa MBDK pada tahun depan.
"Dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31% memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan cukai terhadap MBDK di tahun 2024," tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News