KELAPA SAWIT - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Utara berhasil menggelar IPOS Forum (Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum) ke-9 dengan partisipasi 500 pemangku kepentingan sawit di Medan pada 30-31 Mei 2024.
Tema forum tahun ini adalah "Dukungan Pemerintah Dalam Perlindungan dan Penegakan Hukum Untuk Investasi Industri Sawit", fokus pada percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR) untuk meningkatkan produksi guna menjawab peningkatan konsumsi sawit.
Pada pembukaan forum, Penjabat Gubernur Sumatera Utara Hassanudin menekankan perlunya sinergi dan kepastian hukum dalam pembangunan perkebunan, sambil menegaskan peran negara dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Baca Juga: ISPO Masih Jadi Kendala Besar Bagi Produsen Sawit Indonesia
Ketua Gapki Sumatra Utara, Timbas Prasad Ginting, menyoroti pentingnya harmonisasi regulasi untuk mengatasi tantangan dalam percepatan PSR, seperti masalah legalitas lahan dan birokrasi.
"Perlunya integrasi kebijakan dan kerjasama antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan untuk mendukung keberlanjutan industri sawit," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (4/6).
Sejumlah petani sawit juga membagikan pengalaman mereka menghadapi hambatan PSR, termasuk masalah lahan yang terkena status kawasan hutan, meskipun telah memiliki sertifikat hak milik. Timbas menyoroti pentingnya menyelesaikan masalah ini dan memastikan petani dengan lahan di bawah 5 hektar dikeluarkan dari kawasan hutan, sesuai dengan peraturan dalam UU Cipta Kerja.
Berpijak dari beragam isu dan masalah yang dibahas IPOS Forum 2024, maka terdapat 10 rekomendasi dalam upaya penyelesaian tersebut.
Baca Juga: Biar Produksi Sawit Tak Turun, Gapki Ingatkan Replanting Sawit Setelah Usia 25 Tahun
Pertama, Penguatan Koordinasi dan Kelembagaan: Diperlukan penguatan koordinasi antar lembaga, termasuk Kementerian ATR/BPN, KLHK, Ditjenbun, termasuk dukungan BPDPKS.
Kedua, Penyederhanaan Regulasi dan Persyaratan: Regulasi yang lebih sederhana dan transparan perlu diterapkan untuk meminimalkan hambatan birokrasi dan meningkatkan kepastian hukum.
Ketiga, Pengembangan Database dan Sistem Verifikasi.
Keempat, Peningkatan Pendampingan dan Edukasi.
Kelima, Pengalokasian Dana yang Efektif.
Keenam, Penanganan Masalah Legalitas dan Kawasan Hutan: Diperlukan intervensi tingkat eksekutif untuk menangani masalah tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan.
Baca Juga: Menilik Kenaikan Harga Biodiesel dan Pengaruhnya ke Emiten Sawit
Ketujuh, Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha dan Pejabat Birokrasi.
Kedelapan, Kolaborasi antara Pemerintah, Akademisi, dan Pemangku Kepentingan.
Kesembilan, Mengurai Simpul Birokrasi melalui Integrasi Kebijakan dalam Pelaksanaan Regulasi.
Kesepuluh, Integrasi Kebijakan dan Kelembagaan untuk Keberlanjutan Industri Sawit termasuk pembentukan Badan Sawit Nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News