BANDARLAMPUNG. Sejumlah pelaku budidaya kerapu di Provinsi Lampung khawatir usaha mereka bakal terkendala pemenuhan pakan. Pasalnya, penangkapan ikan menggunakan cantrang dilarang mulai 31 Desember 2016. Sejauh ini, belum ada makanan pengganti dengan harga terjangkau yang bisa diberikan untuk kerapu.
"Pada 2016, para pembudidaya dihadapkan kepada tantangan tidak terserapnya semua hasil budidaya mereka. Tahun depan, mereka dihadapkan pada tantangan berat lainnya, yakni terbatasnya ketersediaan pakan untuk ikan budidaya mereka," kata Edward Sialagan, Pembina Forum Keramba Jaring Apung Lampung di Bandarlampung, Sabtu (17/12).
Ia menyebutkan, para pembudidaya selama ini menggantungkan pakan kerapu dari nelayan lokal yang menangkap ikan menggunakan cantrang atau payang. Izin penggunaan cantrang dan payang hanya berlaku hingga 31 Desember 2016, dan alat jenis itu selanjutnya dilarang penggunaannya karena sifatnya yang merusak. Pelarangan itu tentu berdampak bagi usaha keramba ikan, seperti kerapu.
Menurut Edward, pembudidaya sudah menggunakan pelet, termasuk pelet produksi Jepang yang harganya mencapai Rp 80 ribu per kilogram (kg), namun pertumbuhan ikan sangat lamban, sehingga merugikan pembudidaya.
Pelet yang tersedia di Indonesia baru sejenis pelet untuk ikan bawal bintang dan kakap di laut, atau pelet untuk ikan darat seperti lele, gurame dan ikan mas. "Pelet untuk ikan kerapu belum diproduksi di Indonesia hingga sekarang, sehingga hal itu sangat mengkhawatirkan bagi para pembudidaya," papar Edward.
Karena kendala pakan, maka hasil budidaya ikan kerapu Lampung tahun depan sulit diprediksi, meski pangsa pasarnya sudah ada. "Kalau kapal cantrang dilarang seluruhnya per 31 Desember 2016 ini, maka usaha kerapu bakal terancam bangkrut," kata Edward.
Pembudidaya kerapu, Heryanto mengakui, mereka mengalami kendala ketersediaan stok pakan kerapu. Meski demikian, mereka masih berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah pakan, seperti mengusulkan kepada pemerintah untuk mengizinkan kapal cantrang beroperasi di zona tertentu seperti di atas 10 mil dari pantai agar tak merusak terumbu karang.
Menurut Edward, jika produksi dan pemasaran kerapu Indonesia, termasuk Lampung, kembali menghadapi kesulitan, maka kesempatan itu akan dimanfaatkan Vietnam dan Malaysa untuk menguasai pasar Hongkong dan Tiongkok. Jika usaha budidaya kerapu di dalam negeri bangkrut maka yang diuntungkan adalah negara lain. Kedua negara itu kini mengembangkan budidaya kerapu secara besar-besaran. (Hisar Sitanggang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News