PERDAGANGAN - JAKARTA. Dua daerah di Jabodetabek, yakni Kota Bogor dan Kota Depok akan menerapkan jam malam, setelah Kota Bogor ditetapkan sebagai satu-satunya daerah berstatus zona merah di Jawa Barat.
Pada penerapan jam malam tersebut, pemerintah daerah membatasi jam operasional layanan secara langsung di toko, rumah makan, kafe, mini market, super market dan mal sampai dengan pukul 18.00 WIB.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai Kebijakan penetapan jam malam secara teori tentunya mempengaruhi performa dari sektor retail dimana dapat menghambat atau mengurangi customer traffic dan kegiatan ekonomi terutama bagi ekonomi lokal yang didorong oleh industri retail.
"Melihat hal ini, tentunya kebijakan ini harus selektif dalam arti diimplementasikan pada sektor yang memang menjadi tempat untuk orang berkumpul," ujar Shinta kepada kontan.co.id, Selasa (1/9).
Baca Juga: Pengembang properti perlu berinvestasi pada infrastruktur digital untuk pemasaran
Shinta menjelaskan, saat new normal, melihat data Bank Indonesia, kinerja sektor retail sudah mulai membaik walaupun masih terkonstraksi. Indeks Penjualan Riil (IPR) di Juni 2020 terkonstraksi sebesar 17,1% masih lebih baik daripada di Mei 2020 yang terkontraksi di angka 20%. Secara keseluruhan, ini tentunya membaik dibandingkan saat PSBB Total.
"Melihat hal ini tentunya para sektor retail harus mampu beradaptasi secara cepat pertama secara internal melalui cost efficiency (baik labor cost sampai dengan partial business closure) dan juga secara external yaitu market presence dengan utilisasi online marketplace dan online engagement," jelasnya.
Shinta menyebut, di sisi lain juga dari product diversification, tentunya juga para pelaku bisnis harus secara cepat men-capture mana produk yang menjadi kebutuhan konsumen saat ini dan ke depan, dikarenakan tentunya dengan adanya pandemi, ada shift beberapa kebutuhan ke kebutuhan essential yang menjadi pilihan utama.
Menurut Shinta, insentif tentunya dibutuhkan di tengah pandemi untuk para pelaku bisnis agar mampu bertahan dengan adanya revenue loss terutama subsidi dalam ranah fixed cost yaitu labor cost, rental dan juga electricity.
Baca Juga: Apindo memproyeksi industri properti bisa bertumbuh sampai 30% di semester II 2020
Ia mengungkapkan, kondisi bisnis retail di Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi retail global mengingat memang pandemic ini menyebabkan financial crisis secara global. Menurutnya, revenue loss, business closure tidak dapat dihindari.
"Perbandingan performa dari satu negara ke negara lain juga tentunya bergantung dengan regulatory constraint untuk alur gerak masyarakat serta kapasitas sektor kesehatan yang menjadi penopang recovery yang penting," kata Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News