AGRIBISNIS - JAKARTA. Jahe merah menjadi obat herbal yang keberadaannya menjadi perhatian saat pandemi Covid-19. Kandungan curcumin dalam empon-empon diklaim bisa mencegah terjadinya badai sitokin di dalam paru-paru.
Melihat kondisi ini, olahan berbahan dasar jahe menjadi buruan banyak orang. Bahkan, di pasaran, komoditi jahe sempat sulit di dapat. Kondisi ini juga sempat dirasakan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Green Family, Desa Bram Itam Raya, Kecamatan Bram Itam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Produk olahan jahe yang mereka buat sempat laris di pasaran. "Awal pandemi bisa jual, bisa sampai 10 kilogram selama 1 bulan itu," kata Sekretaris UPPKS Green Family, Qowiyah dalam keterangannya, Jumat (9/10).
Baca Juga: Budidaya jahe merah, kelompok tani tujuh desa di Riau dapat penghasilan tambahan
Bersama 10 anggota kelompok UPPKS Green Family mereka memproduksi jahe dan empon-empon dalam bentuk olahan. Produk olahan jahe dan empon-empon ini memanfaatkan hasil produksi tanaman yang mereka budidayakan. Meski begitu, Qowiyah mengatakan, sempat kesulitan memaksimalkan budi daya jahe. Alasannya, tanaman yang mereka budidayakan belum mampu menjadi penopang pasar. Walhasil, untuk memenuhi kebutuhan pasar, dia dan anggota kelompoknya membeli jahe merah dari para petani lain.
Qowiyah mengatakan, UPPKS miliknya berdiri sekitar 2019. Pendirian UPPKS ini dilatarbelakangi aktivitas warga yang menanam jahe merah dan empon-empon sebagai tambahan pemasukan keuangan. Qowiyah mengatakan, anggota UPPKS menanam empon-empon di karung. Teknik ini merespon imbauan Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memaksimalkan lahan tanpa bakar di area gambut. "Karena masuk di Desa Peduli Gambut (DPG) kami jadi mengetahui mengenai metode itu," kata dia.
Qowiyah mengatakan, dia dan kelompoknya menggunakan karung dan polybag untuk menanam komoditas biofarmaka, diantaranya, jahe, kunyit, hingga empon-empon. Total, UPPKS ini memiliki sekitar 200 polybag tanaman jahe merah. "Kalau di tanam di tanah tanah itu trauma karena banjir. Kalau banjir itu bisa 50 sentimeter. Jadi kami memakai polybag. Jadi sewaktu-waktu kalau banjir bisa dipindah," ucap dia
Selain mendapat pengetahuan mengenai lahan tanpa bakar, Qowiyah mengaku juga mendapat pelatihan mengenai manajemen keuangan dari BRG pada awal 2019. Qowiyah mengatakan, UPPKS Green Family mampu memproduksi produk minuman kesehatan instan, diantaranya sari jahe merah, jahe merah instan, sari temulawak, kunyit, hingga sari kunyit instan. "Dan yang mau dikembangkan lagi beras kencur, dan sari empon-empon instan," kata dia.
Baca Juga: PTPN V budidayakan 1,5 juta bibit kelapa sawit melalui proyek KSO dengan PPKS Medan
Qowiyah menjual jahe merah instan itu Rp150 ribu per kilogram, sari temulawak Rp120 ribu per kilogram, dan sari kunyit Rp100 ribu per kilogram. Saat pandemi Covid-19, produk minuman kesehatan ini segera mendapat perhatian pasar. Qowiyah mengatakan, sempat kewalahan menyediakan permintaan pasar.
Sejak didirikan, UPPKS Green Family ini sudah menghasilkan omzet bagi para anggota. Qowiyah menyebut keuntungan kotor penjualan produk olahan jahe dan empon-empon itu berkisar di angka Rp1 juta.
Uang dari keuntungan kelompok itu untuk simpanan. Jika sudah terkumpul, uang itu bisa dipinjam untuk pengembangan usaha pribadi masing-masing anggota. Qowiyah mengatakan, selain pengolahan jahe, masing-masing anggota juga punya usaha lain,misalnya usaha keripik pisang dan keripik ubi. "Jadi kalau anggota mau berhutang silakan. Tapi, kembalinya nggak pakai bunga," ujar dia.
Ke depannya, dia berharap mendapat bantuan pemasaran. Sebab, meski sudah mendapat pesanan hingga luar Jambi, produknya masih terbatas. Selain persoalan pemasaran, dia juga menghadapi perizinan administrasi. "Produk kami belum punya sertifikat halal dan BPOM," keluhnya.
Selanjutnya: Booming tanaman hias di masa pandemi, ada yang harganya puluhan juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News