Gubernur DIY mengeluarkan instruksi tentang pencegahan potensi konflik sosial

Jumat, 05 April 2019 | 15:58 WIB   Reporter: Handoyo
Gubernur DIY mengeluarkan instruksi tentang pencegahan potensi konflik sosial


KEPALA DAERAH - YOGYAKARTA. Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengeluarkan instruksi Nomor 1/INSTR/2019. Instruksi yang ditetapkan pada 4 April 2019 ini tentang pencegahan potensi konflik sosial. 

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Gatot Saptadi menyampaikan rasa prihatin dan menyayangkan kejadian beberapa waktu lalu di Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Seorang warga pindahan ke desa tersebut sempat ditolak untuk tinggal lantaran non-Muslim. 

"Sebagai warga Yogya kami prihatin. Yogya yang dikenal toleran, dengan nila setitik, langsung bahwa Yogya intoleran dan sebagainya," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Gatot Saptadi, dalam jumpa pers di Kantor Kepatihan, Jumat (5/4). 

Gatot menyampaikan, ada penyelengara pemerintahan yang kurang tepat jika berkaca dari kejadian di Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Sebab, kejadian tersebut di latarbelakangi adanya aturan di dusun setempat. 

"Kenapa bisa terjadi seperti ini, kalau dicermati, peraturan yang "ilegal" tersebut kan sejak tahun 2015, ini tentu perlu kita sikapi bahwa ada penyelengaraan pemerintah yang mungkin kurang tepat dan ada yang salah," ujar dia. 

Gubernur, lanjut dia, sebagai kepala wilayah mempunyai kewajiban melakukan pembinaan kepada kabupaten/kota agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Gubernur langsung mengeluarkan instruksi kepada bupati dan wali kota di DIY. 

"Penanganan penyelenggaraan kemasyarakatan seperti ini tentunya berjenjang. Instruksi itu perintah, jadi ada perintah untuk bupati wali kota," ujar dia. Gatot mengatakan, inti dari instrusi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2019 ada tiga. 

Pertama pencegahan terkait dengan potensi konflik sosial. Bupati/wali kota diinstruksikan untuk bisa mengemas agar tidak terjadi konflik sosial di wilayahnya. Kedua, bupati/wali kota harus mengambil langkah penyelesaian dengan cepat, tepat, dan tegas, apabila sudah terjadi. 

"Belajar dari kemarin kan ketinggalan kereta, artinya kejadianya sudah berlangsung tetapi langkah-langkahnya agak terlambat," urai dia. Ketiga, adalah pembinaan dan pengawasan. Artinya, perlu ada penertiban terkait dengan regulasi yang beredar di masyarakat. Regulasi terendah dalam penyelenggaraan pemerintah itu pada level desa. 

Karenanya, desa menjadi ujung tombak untuk mengendalikan ini semua. "Saya juga menyampaikan bahwa jangan kearifan lokal dijadikan senjata untuk segala sesuatu bisa. Kearifan lokal tetap berpegang pada NKRI, Pancasila, dengan Bhineka Tunggal Ika dan UUD 45," ucap dia. 

Di dalam intruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2019 tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial, tertulis: 

Dalam rangka menjaga situasi keamanan, ketentraman, ketertiban dan kedamaian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak-hak asasi Masyarakat, dengan ini menginstruksikan : 

Kepada : Bupati/Walikota se-Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk : 

KESATU : Melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangka mewujudkan kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan keyakinanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan dan bertempat tinggal. 

KEDUA: Melakukan upaya-upaya pencegahan praktik diskriminasi dan menjunjung tinggi sikap saling menghormati serta menjaga kerukunan hidup beragama dan aliran kepercayaan. 

KETIGA : Melakukan upaya-upaya pencegahan dengan merespon secara cepat dan tepat semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi menimbulkan intoleran dan/atau potensi konflik sosial, guna mencegah lebih dini tindak kekerasan. 

KEEMPAT : Meningkatkan efektivitas pencegahan potensi intoleran dan/atau potensi konflik sosial, secara terpadu, sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

KELIMA : Mengambil langkah-langkah cepat,tepat, tegas dan proporsional berdasarkan peraturan perundang-undangan dan menghormati nilai-nilai hak asasi manusia untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat intoleran dan/atau potensi konflik sosial. 

KEENAM : Menyelesaikan berbagai permasalahan yang disebabkan oleh Suku, Agama, Ras, Antar Golongan (SARA) dan politik yang timbul dalam masyarakat dengan menguraikan dan menuntaskan akar masalahnya 

KETUJUH : Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanganan konflik sosial sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Penanaganan Konflik Sosial, kepada organisasi perangkat daerah, kepala desa sampai dengan masyarakat di lingkungan kabupaten/kota 
KEDELAPAN : Segala bentuk keputusan/kebijakan agar disesuaikan dengan intruksi gubernur ini. Intruksi Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 4 April 2019.

(Wijaya Kusuma) 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setelah Ada Diskriminasi Agama di Bantul, Gubernur DIY Keluarkan Instruksi Berisi 8 Poin"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .
Terbaru