MATARAM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat mencatat nilai kredit macet Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat dari Rp 112 miliar pada akhir tahun lalu menjadi Rp145 miliar per Juni 2017.
"Rasio non performing loan (NPL) BPR di NTB sudah mencapai 11,71% pada semester I/2017, meningkat dibanding posisi akhir 2016 sebesar 9,75%," kata Kepala OJK NTB Yusri di Mataram, Kamis (10/8).
Menurut Yusri, makin bertambahnya nilai kredit bermasalah BPR di NTB, salah satunya karena kurangnya prinsip kehati-hatian dalam menyetujui permohonan pinjaman. Ia menambahkan, kondisi perekonomian secara nasional yang belum bergairah juga menjadi penyebab timbulnya kredit macet yang disalurkan BPR di NTB.
"Kondisi kredit macet yang meningkat tidak hanya dialami BPR, tapi bank umum juga kredit macetnya meningkat dari 1,96% menjadi 2,16%," paparnya.
Dari sisi penyaluran kredit, kata Yusri, BPR di NTB mampu memperbaiki kinerja selama Januari-Juni 2017 dengan pencapaian Rp 1,24 triliun. Angka tersebut meningkat 7,62% dibandingkan posisi akhir Desember 2016 senilai Rp 1,15 triliun.
"Harusnya meningkatnya realisasi penyaluran kredit oleh BPR juga diikuti dengan membaiknya kualitas kredit yang disalurkan," kata Yusri.
Dari 32 BPR yang ada di NTB terdapat tiga bank yang perlu mendapatkan perhatian serius, karena nilai kredit macetnya relatif besar, yakni di atas ketentuan otoritas sebesar 5%. "Ada tiga BPR yang masuk kategori kritis dari sisi NPL," kata Yusri.
Kondisi kredit macet perbankan, kata dia, tidak hanya menjadi perhatian OJK NTB, tapi juga di tingkat pusat.
OJK NTB terus berkoordinasi dengan seluruh perbankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan memberikan pendampingan terhadap debitur, terutama sektor produktif agar usahanya bisa berjalan lancar.
Pihaknya juga meminta Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) NTB, untuk memberi perhatian terhadap masalah kredit macet tersebut dan melakukan berbagai inovasi agar angka NPL bisa diturunkan hingga di bawah 5%.
"Kami juga mendorong agar BPR efisiensi. Kalau memang harus memangkas karyawan kenapa tidak, sepanjang inovasi tersebut bisa menjadikan kinerja BPR lebih baik," ucap Yusri. (Awaludin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News