Kualitas udara Jakarta yang terus menurun harus direspon dengan cepat

Selasa, 13 Agustus 2019 | 11:12 WIB   Reporter: Handoyo
Kualitas udara Jakarta yang terus menurun harus direspon dengan cepat

ILUSTRASI. PENGUKURAN KUALITAS UDARA KOTA


LINGKUNGAN HIDUP -  JAKARTA. Permasalahan kualitas udara yang buruk di Jakarta menjadi sorotan serius.

Ketua Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!) sekaligus Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, menyatakan terus memburuknya kualitas udara akan memperparah kondisi kesehatan masyarakat.

“Kualitas udara yang terus-menerus turun harus direspon dengan cepat. Permasalahan ini mesti diselesaikan secara bersama-sama karena masyarakat Jakarta memiliki hak untuk menghirup udara yang bebas polusi,” katanya, Selasa (13/8).

Dalam beberapa bulan terakhir, tingkat polusi di ibukota sangat tinggi. Misalnya, pada Minggu (11/8),  berdasarkan data AirVisual sekitar pukul 07.00 WIB, indeks kualitas udara atau air quality index (AQI) Jakarta sebesar 171, yang berarti sangat buruk.

Polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor dan asap pembakaran rokok tidak bisa diremehkan. Hal ini dikarenakan komponen dari polusi udara ini sangat kecil ukurannya sehingga bisa menembus pembuluh darah. Dalam jangka panjang, paparan tersebut bisa meningkatkan risiko kanker.

Menurut Aryo, asap dari pembakaran rokok turut berkontribusi dalam memperparah kualitas udara di Jakarta. Meski tidak sebesar dari kendaraan bermotor, asap pembakaran rokok sangat berbahaya bagi kesehatan.

“Tingginya polusi udara di kota-kota besar seperti Jakarta sangat memprihatinkan. Sekitar 80% berasal dari asap kendaraan bermotor, tetapi polusi asap pembakaran rokok juga tidak bisa diabaikan,”ujar dia.

Aryo melanjutkan hasil pembakaran dari rokok menghasilkan TAR, yang merupakan zat kimia berbahaya. TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.

Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.  

“Fakta ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Bahaya yang ditimbulkan dari asap pembakaran rokok bagi kesehatan sangat besar. Kita bersama-sama harus menyadari permasalahan ini,” ucap dia.

Sebagai langkah awal, menurut Aryo, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dengan memberikan akses informasi akurat tentang bahaya asap hasil pembakaran terhadap kualitas udara dan kesehatan diri.

Misalnya, bagi perokok, untuk mengurangi dampak paparan asap pembakaran rokok, dapat menggunakan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, daripada rokok karena tidak menghasilkan asap.

“Pada rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan tidak melalui proses pembakaran sehingga yang dihasilkan adalah aerosol atau uap bukan asap. Produk tembakau alternatif dapat digunakan sebagai suatu solusi dan pemerintah harus terbuka dengan fakta ini,” kata Aryo.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, gambaran penyakit berhubungan dengan polusi udara di Jakarta menunjukkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada balita dan asma kambuh menjadi penyakit yang paling banyak diderita.

Dengan kualitas udara yang buruk, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mengajak masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap aktor penyebab ISPA.

“Hindari asap pembakaran rokok dan jauhkan anak-anak dari paparan asap pembakaran rokok. Anak-anak berisiko terkena serangan asma yang lebih sering dan berat, infeksi saluran pernapasan, dan sindrom kematian bayi mendadak atau Sudden Infant Death Syndrome akibat polusi asap pembakaran rokok,” ujar Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru