MUSIK - JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur resmi mengharamkan sound horeg jika dalam praktiknya terdapat unsur kemudaratan pada Minggu (13/7/2025).
Melalui Fatwa Nomor 1 Tahun 2025, ini merespon fenomena sound horeg yang belakangan ini mengundang kontroversi.
Komisi Fatwa MUI Jatim sebelumnya menggelar rapat khusus yang berlangsung pada Rabu (9/7/2025) di Surabaya dan dihadiri oleh berbagai kalangan.
Beberapa pihak yang hadir dalam rapat tersebut, termasuk pakar THT, pemerintah provinsi, aparat kepolisian, perwakilan masyarakat, dan anggota Paguyuban Sound Horeg Jawa Timur.
Lantas, kenapa MUI Jatim haramkan sound horeg?
Alasan MUI Jatim haramkan sound horeg
Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menyatakan, kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dibolehkan.
Asalkan, teknologi tersebut digunakan untuk kegiatan sosial, budaya, dan keagamaan yang tidak menyalahi hukum atau prinsip syariah.
Namun, jika sound horeg digunakan secara berlebihan, mengganggu kenyamanan, mengancam kesehatan, atau merusak fasilitas publik, penggunaannya dinyatakan haram.
Larangan ini diperkuat ketika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, atau memicu kemaksiatan terlepas lokasi acaranya, baik di tempat umum maupun keliling permukiman.
MUI juga menegaskan, setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain, sebagai pedoman penggunaan sound yang seimbang dan bertanggung jawab.
Baca Juga: MUI Pertanyakan Rencana Prabowo Evakuasi Warga Gaza, Jangan Terjebak Manuver Israel
Sound horeg boleh, asal...
Komisi Fatwa MUI Jatim menyebutkan, sound horeg masih diperbolehkan jika volumenya wajar dan digunakan untuk acara positif.
Kegiatan positif yang dimaksud, seperti pengajian, shalawatan, atau pernikahan selama tidak menciptakan kemaksiatan.
Namun, kegiatan seperti battle sound, yang sering memicu kebisingan ekstrem, dinyatakan haram mutlak karena menjadi bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta).
Selain itu, fatwa juga mengatur, jika penggunaan sound menyebabkan kerusakan atau kerugian pihak lain, pelakunya wajib mengganti kerugian tersebut.
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” demikian salah satu poin dalam fatwa.
Dengan hadirnya fatwa ini, MUI Jatim berharap agar masyarakat dapat menggunakan teknologi sound secara bijak dan sesuai syariah, tanpa mengabaikan hak dan kenyamanan lingkungan sekitar.
Selanjutnya: Penjualan Emiten Ritel Terdongkrak Sentimen Libur Sekolah, Begini Saran Analis
Menarik Dibaca: 7 Penyebab Kulit Wajah Kasar, Bukan Hanya Kulit Kering!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News