Observatorium Bosscha kini di ujung tanduk

Selasa, 10 Maret 2015 | 19:58 WIB Sumber: Kompas.com
Observatorium Bosscha kini di ujung tanduk

ILUSTRASI.


BANDUNG. Observatorium Bosscha yang berada di dataran tinggi Lembang dulu tercatat sebagai observatorium terbesar di Asia Tenggara. Berbagai penelitian baik skala nasional maupun internasional kerap dilakukan di sana. Hasil penelitiannya pun mengalir deras untuk ilmu pengetahuan.

Namun, sejak tahun 1970-an, Lembang yang tadinya sepi kemudian mulai ramai didatangi penduduk. Bahkan, lokasi yang strategis membuat pengusaha lokal maupun nasional membangun pusat bisnis di sini.

Hanya dalam 10 tahun, tepatnya pada tahun 1990-an, lokasi Lembang berubah drastis. Bangunan beton berjejer begitu indah, penerangan lampu yang fantastis, mobil-mobil mewah pun menghiasi kawasan elite tersebut. Kemajuan di bidang ekonomi ini tak berbanding lurus dengan keadaan Bosscha. 

Semenjak Lembang tumbuh pesat, penelitian di Bosscha semakin terganggu karena besarnya polusi cahaya.

"Jika beberapa tahun lalu, arah horizon 60 derajat masih bersih sehingga kita leluasa untuk menelitinya, tapi kini hanya 40 derajat," ujar peneliti yang juga mantan Kepala Observatorium Bosscha, Hakim L Malasan, di Bandung, belum lama ini. 

Sempitnya ruang penelitian Bosscha membuat sejumlah obyek tak terlihat lagi, seperti salah satu galaksi di Lingkar Selatan. Pada akhir 1990-an, obyek langit itu sama sekali tak bisa dilihat. 

"Dan, setiap tahun polusi cahaya semakin parah. Kami sudah ingatkan ini kepada pemerintah, tapi tak ada perkembangan berarti. Jika ini dibiarkan, keberadaan Bosscha terancam," ucapnya. 

Memang, sambung Hakim, Pemprov Jabar sudah mengeluarkan Perda No 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara atau biasa disebut Perda KBU. Dengan perda ini, lokasi Bosscha teramankan dari polusi cahaya. 

Namun, di lapangan, penegakan perda tidak berjalan. Banyak pelanggaran yang dibiarkan. Sosialisasi penyelamatan Bosscha pun tidak dilakukan. 

"Misalnya kami menyarankan untuk penggunaan tudung lampu agar cahaya lampu tidak berpijar ke berbagai arah. Namun, saran sederhana ini juga tidak dilakukan," imbuhnya. 

Hakim dan sejumlah peneliti Bosscha maupun dari ITB beberapa kali melakukan hearing dan mengeluhkan penegakan perda ini. Namun, Pemprov Jabar ataupun pemerintah kota/kabupaten terkait malah saling lempar tanggung jawab. 

Hal serupa diungkapkan Kepala Observatorium Bosscha Mahasena Putra. Ia menjelaskan, terangnya lagit Lembang membuat penelitian semakin terbatas. 

“Tidak pernah penelitian di bawah 45 derajat,” ujar Mahasena di ruang kerjanya, Selasa (10/3/2015). 

Bosscha hanya satu dari sekian masalah yang harus diselamatkan di KBU. Sebab, alih fungsi lahan di lokasi strategis itu menimbulkan banyak persoalan, di antaranya banjir, longsor, dan krisis air, masalah yang sedang dihadapi warga Bandung. (Kontributor Bandung, Reni Susanti)


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa
Terbaru