NUNUKAN. Pedagang makanan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masih bergantung pada penggunaan elpiji 14 kg dari Malaysia meskipun di Nunukan telah beredar elpiji 3 kg. Alasannya, pasokan elpiji 3 kg tidak stabil sehingga mereka tetap memakain elpiji dari Malaysia meskipun didapat secara ilegal.
Ngatino, salah seorang pedagang mi ayam mengaku dari harganya, elpiji 14 kg dari Malaysia memang jauh lebih mahal, Rp 170.000 dibanding elpiji 3 kg, Rp 18.000 per tabung. Namun dia tetap memakai elpiji dari Malaysia karena terbukti stabil dan tidak pernah kosong dari pasaran.
Bagi dia, lebih baik mahal daripada stok kosong saat dibutuhkan. Sebab, kekosongan elpiji saat dibutuhkan pasti akan sangat merugikan. Sementara, persediaan elpiji 3 kg di Nunukan sangat rentan terjadi kekosongan stok.
“Ada apa-apa sedikit pasti elpiji 3 kg hilang dari pasar. Apalagi di Nunukan sini ngisinya mesti ke Tarakan. Jadi untuk kekosongan sangat rentan sekali," jelasnya.
Pedagang mi ayam yang mengaku setiap hari menghabiskan lebih dari 100 mangkok ini berpendapat, seharusnya pemerintah mengambil langkah bijaksana untuk pasokan elpiji di wilayah perbatasan seperti Nunukan. Dia berharap, stok elpiji 3 kg terus tersedia.
Ngatino juga meminta pemerintah memberikan pinjaman tabung gas kepada warga perbatasan guna membiasakan penggunaan elpiji 3 kg.
"Kalau dipinjami tong (tabung) gasnya mungkin kita akan mencoba menggunakan elpiji 3 kg. Karena kita belum yakin apakah tiga bulan ke depan pasokan gas 3 kg ini ke wilayah perbatasan bisa stabil. Karena sesulit apapun, kenyataannya elpiji dari Malasyia di sini tidak pernah kosong," jelas Ngatino.(Kontributor Nunukan, Sukoco)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News