Pelatihan pertanian tanpa membakar lahan gambut terus didorong

Jumat, 16 Oktober 2020 | 16:07 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
Pelatihan pertanian tanpa membakar lahan gambut terus didorong

ILUSTRASI. Petani jahe Mansur memperlihatkan tanaman jahe hasil panen dari kebunnya di Desa Pasak Piang. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww.


AGRIBISNIS - JAKARTA. Bertepatan dengan hari ketahanan pangan sedunia dan masih maraknya pandemi Covid-19, isu ketahanan pangan menjadi penting, tidak hanya bagi pemerintah juga bagi masyarakat. Isu ini menyeruak karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang bermutu dan asupan gizi  yang dapat menunjang daya tahan tubuh.

Banyak program yang dikembangkan untuk mengentaskan isu ketahanan pangan ini. Lahan gambut tipis yang memiliki fungsi budidaya juga ikut dilirik.

Kabar baik dari lahan gambut datang dari Desa Ganesha Mukti, Kecamatan Muara Sugihan, Sumatera Selatan. Warga yang juga berprofesi sebagai petani telah menerapkan pertanian alami tanpa membakar lahan dan juga telah berhasil menyediakan cadangan pangan rumah tangganya.

Baca Juga: Begini upaya Japfa dalam memperkuat ketahanan pangan nasional di masa pandemi

Kepala Desa Ganesha Mukti, Tuwon mengatakan, pertanian alami yang diterapkan adalah sistem tabur benih langsung. Sistem ini muncul karena warga tidak menginginkan terjadi kebakaran lagi di desanya. Sistem ini juga bersinergi dengan konsep Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang digagas oleh Badan Restorasi Gambut (BRG).

Saat ini, Tuwon mengatakan, warga mampu menghasilkan 4.800 ton beras putih,  ratusan ton beras merah, dan berton-ton beras hitam dari areal pertanian seluas 1.200 hektare. Menurut Tuwon,  PLTB membawa dampak positif karena mampu menjaga lahan gambut dari kebakaran, memenuhi kebutuhan pangan warga dan menambah penghasilan. 

Tuwon mengatakan, di masa pandemi ini, warga desa tak begitu terpengaruh. Terutama mengenai pasokan pangan. Klaim ini bukan tanpa alasan. Dia menyebut, sejak dahulu warga selalu menyimpan gabah kering di rumah masing-masing. "Jadi ada budaya sejak saya kecil, stok makan keluarga harus dicukupi. Sisanya baru dijual," ucap dia.

Sistem ini, menurut Ketua Kelompok Wanita Tani Srikandi Ganesha Mukti, Siti Sari, dapat memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan warga. Menurutnya, setiap kepala keluarga minimal punya cadangan 20 karung gabah kering. "Kalau kita giling, satu karung itu kisaran 45 kilogram," ujar dia.

Baca Juga: Pembinaan intensif terhadap petani sawit swadaya menjadi tanggungjawab semua pihak

Selain teknik menyimpan pangan, Siti mengatakan, warga juga menanam di pekarangan rumah. Program ini juga diinisiasi BRG, warga menanam sayur mayur dan tanaman obat keluarga. Selain itu, warga juga bisa mengolah berbagai produk makanan ringan untuk menambah penghasilan. 

Siti mengatakan, selain beras putih warga juga mengembangkan varietas beras merah dan hitam. Keduanya memberikan keuntungan besar bagi petani. Saat ini beras merah ditanam di areal persawahan seluas 80 hingga 100 hektare. Sementara beras hitam yang baru diuji coba ditanam di areal seluas 5 hektare.

 

Selanjutnya: Mondelez membangun pusat penelitian kakao senilai US$13 juta

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru