Pemkot Bandung disarankan kaji ulang kebijakan car-pooling Grab

Jumat, 15 Maret 2019 | 20:58 WIB   Reporter: Sugeng Adji Soenarso
 Pemkot Bandung disarankan kaji ulang kebijakan car-pooling Grab


KEBIJAKAN PEMDA - JAKARTA. Program angkutan bersama atau car-pooling yang diinisiasi Pemkot Bandung dengan Grab rentan melanggar UU Persaingan Usaha Sehat. Ini disampaikan oleh Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA), Syarkawi Rauf, yang juga Mantan Ketua Komisioner KPPU Periode 2015-2018.

“Secara umum, tujuan program car-pooling ini baik. Namun, program yang memberikan eksklusifitas kepada Grab tanpa melalui proses kompetisi (tender terbuka) berpotensi melanggar UU Persaingan Usaha Sehat," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima kontan.co.id, Jumat (15/3).

Menurutnya, kebijakan Pemkot yang diduga memberikan hak monopoli kepada satu operator jelas bertentangan dengan prinsp perundangan anti monopoli. Kebijakan ini juga mendiskriminasi pemain moda transportasi lainnya.

Operator transportasi konvensional selama ini merasakan imbas dari keberadaan transportasi online dan sangat tidak bijak jika pemerintah yang seharusnya bersikap netral malah berpihak kepada salah satu operator tertentu.

"Seharusnya, kebijakan pemerintah kota sejalan dengan asas demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum," tegasnya.

Ia menyarankan sebaiknya Pemkot Bandung mengkaji ulang kebijakan tersebut karena rentan terhadap pelanggaran undang-undang persaingan usaha yang sehat dan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi pemerintah daerah lainnya di seluruh Indonesia.

Selain itu, ia juga meminta Pemkot Bandung untuk melaksanakan program competition compliance yang bertujuan agar kebijakan selalu sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

“Pemkot Bandung sebaiknya meninjau ulang kebijakan ini. Jangan sampai kebijakan melanggar perundangan yang berlaku baik terkait prinsip anti-monopoli maupun tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Syarkawi Rauf.

Lebih jauh, kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus selalu sejalan Pasal 3 UU 5 tahun 1999 sebagai berikut: (1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; (3) Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan (4) Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

“Kami mendukung upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan klarifikasi kepada pemerintah kota Bandung terkait dengan pelaksanaan uji coba program Grab to Work. Jika memang terdapat pelanggaran dalam kebijakan ini maka kami meminta KPPU untuk bertindak tegas dengan merekomendasikan menghapus kebijakan diskriminatif di atas,” katanya.

Sebelumnya, banyak diberitakan bahwa Dinas Pehubungan (Dishub) Kota Bandung memperkenalkan program baru Grab to Work yang mulai dilakukan uji coba pada tanggal 11 Maret 2019.

Program car-pooling bernama Grab to Work adalah program angkutan bersama atau car-pooling terhadap pegawainya. Program ini mewajibkan para pegawai menggunakan Grab menuju kantor yang berada di kawasan Gedebage, Kota Bandung.

Menurut informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, program ini awalnya digratiskan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dari Grab yang diberikan kepada Dishub.

Meskipun gratis, Pemkot memberlakukan denda sebesar Rp 50.000 bagi pegawai non struktural dan Rp 100.000 bagi pejabat struktural jika tidak ikut dalam program bersangkutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .
Terbaru