SAMARINDA. Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Kota Samarinda Agus Sahlan mengatakan, larangan pelayaran ke Filipina menjadi salah satu penyebab lesunya bisnis pelayaran di Kota Samarinda.
Dia meminta pemerintah mau mencabut larangan itu dan mengizinkan kembali pelayaran ke Filipina. Hal itu karena pelayaran ke Filipina menjadi urat nadi usaha mereka.
"Sejak peraturan penghentian sementara diberlakukan, jelas bisnis pelayaran menjadi sepi, karena permintaan tongkang batubara banyak dari Filipina," kata Agus, Selasa (2/8).
Agus menyadari bahwa pelarangan berlayar ke Filipina merupakan imbas dari perompak yang menyandera tujuh warga asal Samarinda pada akhir Juni 2016.
Namun, Agus menyatakan bahwa hal itu seharusnya tidak menjadi alasan melarang perusahaan pelayaran berbisnis di perairan Fikipina.
"Para pengusaha tidak bisa menunggu terlalu lama seperti ini. Seharusnya dalam masa proses pembebasan berlangsung, aktivitas pelayaran ke Filipina tetap berjalan. Pastilah para pengusaha pelayaran menggunakan jalur yang aman di perairan Filipina," kata dia.
Menurut Agus, dalam sekali berlayar membawa tongkang batubara, pengusaha akan menerima bayaran berkisar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. Jumlah itu masih harus dikurangi untuk membayar gaji anak buah kapal, perawatan kapal, dan lainnya.
"Keuntungan perusahaan pun sangat kecil sebenarnya," kata dia.
Hingga kini, tujuh WNI awak Tug Boat Charles 1 masih disandera kelompok Abu Sayyaf sejak 21 Juni 2016. PT Rusianto Bersaudara selaku perusahaan yang memberangkatkan mereka telah membayarkan uang kompensasi kepada keluarga korban sandera. (Gusti Nara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News