Penyebab Polusi Udara Tinggi di Jakarta Belakangan Ini

Sabtu, 12 Agustus 2023 | 21:29 WIB   Reporter: Noverius Laoli
Penyebab Polusi Udara Tinggi di Jakarta Belakangan Ini

ILUSTRASI. Kendaraan terjebak macet di ruas Tol Dalam Kota, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (27/10/2020). Penyebab Polusi Udara Tinggi di Jakarta Belakangan Ini.


POLUSI -  JAKARTA. Saat pembatasan aktivitas masyarakat atau PPKM diberlakukan di Jakarta, kualitas udara meningkat signifikan. Namun, ketika pembatasan dilonggarkan, terjadi lonjakan polusi udara disebabkan oleh aktivitas transportasi berbahan bakar minyak. 

Ferdy Hasiman, peneliti Alpha Research and Datacenter mengatakan kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kian memburuk, atau jauh lebih berkualitas jika dibandingkan dengan saat pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

"Selama masa pandemi COVID-19 di mana dilakukan pembatasan kegiatan, terlihat bahwa kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik. Dari data ISPU (Index Standar Pencemaran Udara) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, tercatat bahwa adanya penurunan emisi (PM10) pada tahun 2020 hingga di angka 29,41 mg/Nm3," ungkap Ferdy.

Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Kian Parah, Ini Kata Dewan Proper KLHK

Angka ini kemudian meningkat sebesar 155 Persen atau mencapai angka 75 mg/Nm3 di tahun 2022 di mana pembatasan kegiatan masyarakat berangsur dilonggarkan.

Sumber polusi terbesar, paparnya, dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin dan solar yang menyumbang sebesar 57% polusi. “Meskipun belum dapat ditentukan proporsi dari kendaraan di jalan raya dan dari emisi off-road (misalnya: kendaraan logistik),” katanya.  

Menurutnya, sumber utama non-kendaraan menyumbang 17%–46% termasuk kontribusi dari sumber antropogenik seperti: pembakaran terbuka, kegiatan konstruksi (non-pembakaran) dan debu jalan, juga sumber alam seperti tanah dan garam laut.

Di Indonesia, sektor transportasi menjadi penyumbang emisi terbesar. Sebagai perbandingan, emisi 1 liter BBM adalah 2,4 kg Co2e, sementara emisi 1,2 kWh listrik (kendaraan listrik) hanya 1,3 kg Co2e. Ini menunjukkan bahwa kendaraan listrik memiliki emisi yang lebih rendah.

Baca Juga: Tantangan Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia Menurut Arthur D.Little

Ferdy menekankan pentingnya transisi ke kendaraan listrik sebagai upaya mengurangi polusi. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina sudah memulai transisi ini. Dengan mengadopsi kendaraan listrik, kita dapat mengurangi hampir 50% emisi karbon. 

Ferdy memperingatkan bahwa jika tidak ada tindakan, pada tahun 2060 emisi bisa mencapai 860 juta ton CO2e per tahun. Oleh karena itu, peralihan dari kendaraan berbahan bakar minyak ke listrik menjadi solusi krusial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli
Terbaru