Pukat harimau masih marak di NTT

Senin, 11 April 2016 | 11:13 WIB Sumber: Antara
Pukat harimau masih marak di NTT


Kupang. Kapal pengguna pukat harimau (trawl) dan cantrang yang datang dari luar Nusa Tenggara Timur, bebas berkeliaran di wilayah perairan provinsi berbasis kepulauan ini untuk menangkap ikan dan biota laut lainnya.

"Kami sudah berulang kali melaporkan hal ini kepada pihak berwajib di NTT, namun terkesan tidak digubris. Langkah selanjutnya, adalah menyurati langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mengambil tindakan lebih lanjut," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Kota Kupang Maxi Ndun, Senin (11/4).

Kapal-kapal pengguna trawl dan cantrang berukuran besar, jelas merusak ekosistem laut dan habibat ikan di wilayah perairan setempat. Ini menjadi para nelayan Kupang semakin sulit untuk mendapatkan ikan di wilayah perairannya sendiri.

"Penggunaan cantrang ini memang masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan nelayan sendiri, namun kami berpendapat menggunakan kapal-kapal yang ramah lingkungan merupakan pilihan yang paling tepat untuk menjaga ekosistem laut dan habitat dari ikan itu sendiri," ujarnya.

Hal ini disampaikannya terkait pula dengan munculnya pro dan kontra peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang penggunaan trawl dan cantrang serta penangkapan lobster dan kepiting dengan ukuran tertentu. "Kami merasa penting untuk menyurati langsung Menteri Susi Pudjiastuti, karena laporan para nelayan terkait dengan beroperasinya kapal-kapal perusak ekosistem laut itu tidak digubris oleh pihak berwenang di NTT," katanya.

Abdul Wahab Sidin, nelayan asal Namosain Kupang, bilang, di wilayah perairan pantai selatan Pulau Timor masih beroperasi kapal-kapal pengguna pukat hariamu dan cantrang yang datang dari luar NTT. "Saya sudah foto dan upload foto kapal-kapal pengguna pukat harimau dan cantrang itu ke akun facebook saya. Silakan lihat sendiri, karena kami sudah lelah melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib setempat," katanya menambahkan.

Maxi Ndun mengatakan nelayan NTT, khususnya di Kota Kupang dan sekitarnya, sejauh ini hanya menggunakan pukat ukuran kecil saat beroperasi di wilayah perairan sekitarnya. "Dan itu sesuai dengan mini porsein atau kapal lampara yang biasa digunakan oleh para nelayan setempat untuk menjaring ikan," katanya menambahkan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Gellwyn Jusuf, mengatakan jumlah para pengguna cantrang yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia hingga posisi 2015 berjumlah sekitar 10.758 kapal, atau naik 100% jika dibandingkan posisi 2007 yang hanya mencapai 5.100 kapal.

Dengan semakin banyaknya cantrang ukuran besar yang digunakan kapal-kapal di Indonesia ini, wajar jika keluar peraturan menteri (Permen) No.2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan berupa Pukat Hela (Trawls) dan Pukat tarik (Seine Nets). "Oleh karena itu, nanti dalam waktu dekat kita akan kirim surat buat ibu Menteri terkait kapal-kapal pengguna cantrang dalam ukuran besar tersebut, karena penangkapan ikan dengan alat itu akan membunuh semua anak-anak ikan yang juga ikut tertangkap," tambah Maxi.

Wahab Sidin menambahkan penggunaan cantrang dengan ukuran besar akan merusak habitat ikan-ikan kecil, serta udang kecil karena akan ikut tertangkap yang akan mengganggu mengakibatkan, pengembangbiakan ikan akan terganggu. "Untuk wilayah NTT sejauh ini, nelayan-nelayan kita mengikuti aturan yang ada, sesuai dengan larangan dari Kementerian perikanan," tambahnya.

(Kornelis Kaha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto
Terbaru