BATAM. Ratusan pekerja berunjuk rasa menolak pemberlakuan PP 78 tahun 2015 dalam penetapan Upah Minimum Kota Batam, Kepulauan Riau 2017.
"Kami menolak UMK berdasarkan PP 78/2015, karena itu merugikan buruh," kata Panglima Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (F-SPMI) Kota Batam Suprapto dalam unjuk rasa di Batam, Jumat (2/12).
Penetapan UMK berdasarkan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan dianggap hanya menguntungkan pengusaha, karena mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tidak memperhatikan peningkatan kesejahteraan pekerja.
Menurut dia, UMK harus berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha di Dewan Pengupahan, karena pemerintah telah memfasilitasi pertemuan itu.
"Kenapa harus ada perundingan kalau yang ditetapkan berdasarkan PP," katanya.
Selain menolak penetapan UMK berdasarkan PP 78 tahun 2015, pekerja juga mendesak Gubernur menetapkan Upah Minimum Sektoral.
"Bagi kami, UMS harus menjadi satu kesatuan utuh dengan UMK. Artinya UMS sudah harus mempertegas Dewan Pengupahan," kata dia.
Pekerja tidak menuntut UMS dalam satu angka spesifik. Melainkan hanya menjalankan hasil perundingan di Dewan Pengupahan sebelumnya, yaitu penetapan UMS berdasarkan kesepakatan bersama.
"Agar kesepakatan itu dilaksanakan, tidak ada angka," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kepri, Tagor Napitupulu menyatakan UMK tetap berdasarkan PP 78 tahun 2015, berdasarkan arahan pemerintah pusat.
Pemerintahhanya menjalankan aturan dari pemerintah pusat, kata dia.
Mendengar jawaban Kepala Dinas, pekerja memutuskan akan melakukan unjuk rasa susulan pada pekan depan.
Rencananya unjuk rasa berikutnya akan dilakukan di Kantor Perwakilan Gubernur Kepri di Graha Kepri Batam dan Kantor Pemkot Batam.
Sementara itu, unjuk rasa berlangsung dengan tertib, dan diwarnai pembacaan puisi oleh pekerja perempuan dan musik sebagai hiburan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News