JAKARTA. Sebanyak kurang lebih 1.000 sopir "taksi online" akan menggelar aksi demo di Istana Negara, Senin (21/8).
Aksi yang juga akan dilakukan di kantor Kementerian Perhubungan dan DPR RI tersebut, menuntut untuk mencabut Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Advokat sopir "taksi online", Andryawal Simanjuntak, mengatakan, tuntutan pencabutan tersebut dilakukan, karena merugikan bagi sopir "taksi online".
"Beberapa poin dalam Permen No 32 Tahun 2016 tersebut, merugikan pihak kami, sopir-sopir "taksi online". Salah satunya, ketentuan untuk wajib memiliki SIM A umum," kata Andryawal, ketika dihubungi Warta Kota, Minggu (21/8).
Kewajiban memiliki SIM A umum itu, menurut Andriyawan merugikan. Pasalnya, biaya membuat SIM itu sendiri mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
Apalagi, mobil yang digunakan "taksi online" bukanlah berplat kuning, namun hitam.
Selain itu kewajiban untuk uji kir juga ditentangnya. Karena kendaraan yang digunakan sopir "taksi online" memiliki asuransi all risk dan TLO (Total Lost Only) atau asuransi kehilangan dan kerusakan kendaraan.
"Jika mobil tersebut dilakukan uji kir, maka statusnya menjadi angkutan umum. Asuransi yang kita bayar, akan hangus. Asuransi tidak akan meng-cover jika terjadi kecelakaan atau kehilangan," katanya.
Selain itu, aturan untuk balik nama kendaraan "taksi online" menjadi atas nama perusahaan juga memberatkan. Pasalnya, mobil yang digunakan masih proses leasing, atau masih dalam tahap cicilan pembayaran.
"Satu poin lagi, kami diwajibkan juga untuk memiliki pool dan bengkel sendiri. Ini juga memberatkan kami," jelasnya.
Karena itu pihaknya, menuntut agar pemerintah mencabut peraturan tersebut. Pasalnya, dengan adanya peluang kerja "taksi online", bisa mengurangi pengangguran.
"Aturan itu merugikan kami. Kebijakan ini titipan pengusaha besar, ini bentuk monopoli. Jangan sampai aturan itu justru berpihak pada pengusaha besar. Sementara sopir "taksi online" yang bergerak individual, terancam tidak bisa memenuhi aturan itu," katanya.
Aksi itu sendiri, menurutnya akan digelar pada pukul 11.00 WIB. 1.000-an pengemudi "taksi online" akan berkumpul di Senayan. Mereka akan konvoi menuju Istana Negara, Kemenhub, dan DPR RI.
Uji Kir
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah, menegaskan bahwa pihaknya tetap akan menegakkan aturan yang telah disepakati.
"Aturannya telah disepakati. Kami hanya menegakkan aturan. Bukan hanya pada "taksi online" saja. Melainkan seluruh angkutan umum. Yang tidak uji kir, akan kami tindak," tegasnya.
Menurut Andri, aksi demo tersebut wajar saja dilakukan. Pasalnya hal itu, merupakan hak setiap warga.
"Silakan mereka melakukan aksi, jangan sampai anarki. Pendapat yang disampaikan pastinya tetap menjadi perhatian kami," katanya.
Hukum
Sedangkan, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, menganggap aksi menentang peraturan tersebut, ujung dari tidak mengertinya hukum para sopir "taksi online".
"Masak undang-undang mau dilawan, mau dicopot. Mereka tidak mengerti hukum, jika dilanggar artinya melawan hukum," kata Shafruhan.
Menurut Shafruhan, aturan yang telah ditetapkan, sudah sesuai regulasi yang ada. Bahkan, aturan itu untuk mewadahi operasi "taksi online".
"Kami tidak anti dengan "taksi online". Hanya tuntutan mereka tidak masuk akal. Negara itu ada aturannya. Pengacara mereka, harus belajar mengenai hukum tata negara. Masak mau buat negara dalam negara," tegasnya. (Mohamad Yusuf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News