JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dijadwalkan akan meninjau beberapa pulau reklamasi di Teluk Jakarta pada Rabu (3/5). Rencananya, Ahok akan meninjau proyek yang tengah dihentikan sementara itu bersama dengan Menteri Koordinator Maritim Rizal Ramli, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Kegiatan peninjauan itu sekaligus menandai bertemunya Ahok dan Susi untuk pertama kalinya pasca-penghentian sementara proyek reklamasi.
Sebagai informasi, saat pengambilan keputusan penghentian sementara proyek reklamasi pada April lalu, Susi tidak ikut serta. Karena saat itu ia diketahui tengah berada di London, Inggris.
Sebelum penghentian sementara, Susi diketahui sempat menyatakan pemberian izin pelaksanaan proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dilakukan tanpa rekomendasi dirinya. Sementara di sisi lain, Ahok menganggap Gubernur DKI punya wewenang penuh menerbitkan izin pelaksanaan. Kedua pihak diketahui memiliki landasan hukum yang berbeda-beda.
Ahok selalu menjadikan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 sebagai acuan. Adapun pasal yang digunakan adalah Pasal 4 yang menyebutkan wewenang dan reklamasi pantai utara ada pada Gubernur DKI Jakarta.
Peraturan inilah yang membuat Ahok menilai dirinya memiliki wewenang untuk menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi. Sebab, dia menganggap Gubernur DKI sudah diberi kewenangan dari pemerintah pusat.
"Delegasinya itu ada, kamu tanya deh sama mereka. Ada pasalnya, kok. Jangan aku yang ngomong. Wawancara Setneg, Seskab saja deh," ujar Ahok.
Sementara itu, Susi menyatakan, izin pelaksanaan reklamasi harus atas seizinnya. Acuannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil disebutkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
"Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan turunan dari Perpres 122/2012 mengatur izin lokasi reklamasi dengan luas di atas 25 hektar (ha) dan izin pelaksanaan reklamasi untuk luas di atas 500 ha membutuhkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan," ujar Susi.
Susi mengatakan, atas dasar itu, pihaknya memandang bahwa kewenangan izin pelaksanaan reklamasi pantai utara baru bisa dikeluarkan Gubernur DKI setelah ada rekomendasi dari Susi selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.
Selain itu, Susi menegaskan, izin pelaksanaan reklamasi pantai utara baru bisa dikeluarkan Gubernur setelah ada Perda Zonasi Wilayah Pesisir.
"Di sini faktanya, pelaksanaan reklamasi pantura yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI dilakukan tanpa rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan dan tanpa adanya Perda Zonasi Wilayah Pesisir," kata Susi.
Peraturan mana yang jadi acuan? Dalam rapat yang memutuskan penghentian sementara proyek reklamasi pada April lalu, Rizal Ramli sempat menyinggung soal tumpang tindihnya peraturan serta perdebatan yang terjadi selama ini.
"Kalau kita bahas terus, enggak habis-habis debatnya," ujar Rizal.
Karena itu, ia menegaskan, peraturan yang seharusnya menjadi acuan adalah peraturan terbaru sesuai hierarki yang berlaku di Indonesia.
"Undang-undang lebih tinggi hierarkinya dari keppres maupun perpres. Peraturan yang lama tentu dikalahkan undang-undang yang baru, kecuali ada pasal-pasal pengecualiannya," ucap Rizal.
Jika mengacu pada ucapan Rizal, maka peraturan yang seharusnya kini menjadi acuan proyek reklamasi Teluk Jakarta adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, seperti yang selama ini digunakan oleh Susi. (Alsadad Rudi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News