Tak Hanya Merusak Lingkungan, Tambang Ilegal Juga Berdampak Buruk Bagi Kesehatan

Rabu, 13 Desember 2023 | 13:51 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
Tak Hanya Merusak Lingkungan, Tambang Ilegal Juga Berdampak Buruk Bagi Kesehatan

ILUSTRASI. Kondisi bekas tambang emas liar Gunung Botak di Pulau Buru, Maluku, seperti terpantau panda Selasa (26/3/2019). KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN


LINGKUNGAN HIDUP - JAKARTA. Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan. Salah satunya adalah lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

Hal ini terjadi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, salah satu daerah yang marak dengan aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia. Sepanjang tahun 2023, terjadi lonjakan kasus Malaria di kabupaten tersebut.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, Selasa (12/12), ditemukan 2 kasus pertama pada minggu ke-5 (Februari) tahun 2023 yang dialami oleh pekerja tambang ilegal. Pada minggu ke-6 tahun 2023 hingga minggu ke-48 tanggal 6 Desember 2023, jumlah kasus Malaria di Pohuwato terkonfirmasi mencapai 631 kasus.

Fidi Mustofa, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato mengatakan, pihaknya telah melakukan penelitian dan menemukan bahwa kubangan air di lokasi galian bekas tambang ilegal menjadi pemicu lonjakan kasus Malaria.

Baca Juga: Nestle Indonesia dan Koinpack by Alner Luncurkan Studi Kemasan Guna Ulang

Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Pohuwato telah melakukan penelitian bersama Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL) Manado, terhadap kondisi kubangan bekas tambang ilegal di lingkungan pemukiman penduduk di desa Hulawa telah ditemukan adanya nyamuk anopheles betina sebagai vektor pembawa parasit plasmodium penyebab malaria.

Bahkan, lanjutnya, berdasarkan pemeriksaan laboratorium terdapat dua jenis plasmodium, dan salah satunya adalah plasmodium falciparum yg merupakan jenis terberat dan dapat menyebabkan malaria tropika dengan tingkat fatality rate-nya tinggi.

“Memang secara riil, faktanya dapat saya gambarkan bahwa dampak dari kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan masyarakat yang menggunakan alat berat terhadap status dan derajat kesehatan masyarakat memang sangat besar, di mana saat ini saja Kabupaten Pohuwato sudah ditetapkan sebagai daerah dengan Status “Kejadian Luar Biasa” (KLB) Malaria,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (13/12).

Dengan waktu penetasan telur nyamuk yang singkat, yaitu hanya antara 2-3 hari dengan jumlah telur dapat mencapai 200 butir oleh satu ekor nyamuk anopheles betina, maka hanya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu bagi telur-telur tersebut untuk tumbuh menjadi nyamuk dewasa.

Di tengah banyaknya kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan ilegal dan padatnya jumlah masyarakat penambang yang tinggal di camp-camp yang sempit di tengah hutan, maka risiko kenaikan kasus Malaria makin tinggi.

Secara epidemiologi, angka kejadian kasus Malaria dengan tingkat pertumbuhan rata-rata adalah dua kasus baru per hari, 11 kasus baru per minggu, dan 48 kasus baru per bulan, serta sampai saat ini secara akumulatif telah mencapai angka 631 kasus. Dengan demikian, paparnya, dapat disebutkan bahwa jumlah pertumbuhannya adalah sangat tinggi dan belum terkendali.

Baca Juga: Sharp Indonesia Dukung Program Revitalisasi SMK Pemprov DKI Jakarta

Dia menambahkan, kondisi kasus Malaria di Pohuwato sudah bukan lagi kasus impor, karena sudah terjadi penularan setempat (indigenous cases). Bahkan, jika dilihat dari grafik epidemiologi, masih terus terjadi peningkatan dan belum ada tanda menurun atau melandai.

“Maka masih sangat berpotensi terjadi penambahan kasus baru dan bahkan berpotensi terjadi ledakan kasus, jika kubangan bekas tambang ilegal tidak ditutup dan tidak direhabilitasi. Apalagi jika aktivitas pertambangan dengan alat berat oleh masyarakat di tengah hutan masih terus dilakukan,” katanya.

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru