JAKARTA. Saat ini, meskipun terus berjalan, pembangunan perumahan dalam Program Sejuta Rumah di Papua bukannya tanpa hambatan. Hambatan itu kemudian berimbas pada minimnya serapan anggaran pembangunan perumahan di sana.
"Ketika pada 1 Juni lalu Dirjen Pembiayaan perumahan Kementerian PUPR datang ke sini, dia mau menarik yang seribu rumah dari BPD karena pencairan kami rendah," kata Ketua DPP Real Estat Indonesia (REI) Papua, Nelly Suryani atau akrab disapa Maria, kepada Kompas.com, Senin (20/6/2016).
Maria kemudian menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga kendala dihadapi REI Papua dalam membangun perumahan tersebut. Kendala pertama adalah defisit daya listrik.
Maria menuturkan bahwa defisit itu hampir terjadi di seluruh kota dan kabupaten di Papua. Akibatnya, banyak rumah terbangun yang belum dipasangi meteran dan tidak bisa dialiri listrik. Hal itu kemudian berpengaruh pada realisasi okupansi rumah-rumah yang sudah terbangun.
Kendala kedua, menurut Maria, adalah regulasi yang tidak sesuai antara di tubuh pemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat.
"Pemda masih banyak yang belum mengerti Sejuta Rumah. Contohnya pusat melalui Permen PUPR nomr 25 sudah mengamanatkan pembangunan rumah subsidi ini tidak dipungut biaya pada semua perizinan, tapi nyatanya di lapangan itu masih banyak pungutan," jelas dia.
Terakhir, lanjut Maria, adalah kendala dari lahan yang kerap diklaim sebagai tanah adat. Padahal, dia dan timnya mengaku sudah memegang sertifikat atas lahan tersebut.
Ketiga masalah itu kini membuat Maria khawatir anggaran sebesar Rp 1 triliun untuk membangun 5.500 rumah subsidi ditarik oleh pemerintah pusat karena minim diserap.
Namun, kendati dihadapkan banyak masalah, REI Papua telah membangun 2.000 rumah dan merealisasikan okupansi hunian rumah tersebut sebanyak 1.200 unit dari total 6.500 rumah baik subsidi dan nonsubsidi yang dibangun pada tahun ini. (Ridwan Aji Pitoko)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News