Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang Pengupahan dalam menentukan upah minimum provinsi / UMP.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, peraturan tersebut menggunakan KHL (kebutuhan hidup layak) dan inflasi sebagai rumus menentukan UMP. "Kalau memang ikutin PP ya UMP yang ada ditambah inflasi ekonomi, ya sudah," ujar Basuki atau Ahok di RPTRA Bhineka, Pesanggrahan, Kamis (13/10/2016).
Para buruh sebelumnya mengaku sudah melakukan survei KHL sendiri. Jika benar demikian, kata Ahok, seharusnya nilai KHL di Jakarta justru lebih rendah. Hal ini karena sudah semakin banyak bahan pokok yang disubsidi oleh pemerintah.
Misalnya seperti sarana transportasi bus transjakarta dan pasar perkulakan di Kramat Jati. Pada rapat pembahasan penentuan UMP DKI 2017 kemarin, unsur buruh mengusulkan UMP naik menjadi Rp 3,8 juta.
Acuannya adalah survei KHL yang mereka lakukan di tujuh pasar tradisional. Sementara itu, unsur pengusaha menginginkan agar UMP DKI 2017 sebesar Rp 3,3 juta dengan mengacu pada PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ahok pun berpendapat protes dari buruh adalah hal yang biasa. Ahok menceritakan kejadian ketika UMP DKI 2013 ditentukan. Ketika itu pengusaha marah dengan Pemprov DKI karena menaikkan UMP hingga 4,5 kali lipat.
Ahok mengatakan, hal ini karena tidak ada penyesuaian KHL selama 4 tahun. Pada tahun 2014, kenaikan UMP tidak banyak. Hal ini karena KHL pada tahun itu juga tidak naik dalam nilai yang besar. Ketika itu, giliran buruh yang marah ke Pemprov DKI. "Naiknya sedikit, marah-marah buruh, pada bawa keranda, bilang raja tega, raja upah murah, macam-macam," ujar Ahok.
"Tahun 2015 (buruh) ribut lagi, pokoknya buruh tiap tahun ya ribut. Tapi pokoknya kita sepakat pakai rumus (KHL) itu," ujar Ahok.
(Jessi Carina)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News