BANK INDONESIA / BI - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan investasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 melambat. Penyebabnya diyakini minimnya penanaman modal pihak swasta dan terbatasnya belanja modal pemerintah.
Pada triwulan I 2017, penanaman modal asing (PMA) mencapai US$ 3,5 juta, lalu triwulan II turun menjadi US$ 400.000.
Sedangkan penanaman modal dalam negeri triwulan I Rp 570,7 miliar dan triwulan II turun jadi Rp 237,7 miliar.
Menurut Kepala BI perwakilan Sumbar Endy Dwi Tjahjono, belum optimalnya pengembangan industrialisasi hilir, serta posisi geografis kurang strategis sering menjadi alasan utama calon investor menunda realisasi investasi di Sumatera Barat.
"Selain itu, permasalahan klasik seperti panjangnya proses pembebasan dan pemanfaatan lahan serta belum adanya pemetaan lokasi investasi turut menjadi kendala pengembangan investasi," kata dia di Padang dalam pengumuman Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Sumbar Triwulan II 2017, Selasa (26/9).
Di sisi lain, banyak investor sudah mendapat izin investasi tapi belum merealisasikaannya. Padahal, realisasi belanja modal pemerintah daerah kuartal II-2017 juga masih minim, hanya 13,8% dari target APBD.
Dia bilang, ada beberapa proyek pengadaan yang telah selesai sesuai jadwal namun belum dibayarkan oleh pemerintah karena pihak vendor belum melakukan penagihan.
Selain itu, dia melihat restrukturisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mulai berlaku sejak Januari 2017 menyebabkan pemda melakukan revisi anggaran terlebih dahulu karena anggaran awal masih memperhitungkan SKPD sebelum restrukturisasi.
Di sisi lain, minimnya proyek strategis nasional di provinsi ini akibat letak wilayah yang berada di jalur pantai barat ditengarai turut menjadi penyebab deselerasi investasi di Sumatera Barat.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BKPM PPT) Sumbar Maswar Dedi menyebutkan target investasi ke Sumbar pada 2017 sebesar Rp 6,5 triliun yang berasal dari investor dalam dan luar negeri.
Sampai Juli, baru sebanyak 20%arget investor yang tercapai.
Namun demikian, ia mengatakan realisasi invenstasi dari Supreme Energy yang sebanyak Rp 1,8 triliun jika dimasukan ke triwulan III maka pencapaian target bertambah hingga 70%.
Jika diamati, kata dia, untuk investasi terbesar Sumbar saat ini berasal dari pengembangan energi panas bumi di Solok Selatan.
Selain itu beberapa investasi di Sumbar yang memegang peran terbesar lainnya yakni dari sektor industri crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit, karet, perdagangan, hotel, dan pariwisata.
Terkait fokus Sumbar saat ini, ia mengatakan pihak pemerintahan provinsi memang tengah fokus mengembangkan sektor pariwisata untuk mendatangkan para investor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News