SERANG. Badan Pemeriksa Keuangan kembali memberikan opini terendah yakni Tidak Memberikan Pendapat atas laporan keuangan Pemprov Banten Tahun 2014 karena sejumlah permasalahan pada laporan tersebut.
Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov Banten dilakukan Anggota V BPK RI Moermahadi Soerdja Djanegara kepada Plt Gubernur Banten Rano Karno saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD Banten di Serang, Senin (1/6). Moermahadi mengatakan, pemeriksaan atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa atas laporan keuangan yang disasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan, dan efektifitas sistem pengendalian intern.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2013 memberikan opini Tidak Memberikan Pendapat karena beberapa permasalahan signifikan. Sedangkan opini LKPB Provinsi Banten Tahun 2014 sama dengan Tahun 2013 yaitu Tidak Memberikan Pendapat," kata Moermahadi.
Menurutnya, sejumlah permasalahan dalam LKPD Pemprov Banten Tahun 2014 tersebut di antaranya, belanja perawatan kendaraan bermotor pada biro perlengkapan tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang valid sebesar Rp 3,1 miliar, hibah 2014 sebesar Rp 246,52 miliar tanpa melalui verifikasi permohonan serta hibah barang dan jasa pada Dinas Pendidikan sebesar Rp 37,30 miliar tidak didukung Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan berita acara serah terima.
Kemudian, bantuan sosial tidak terencana Rp 9,76 miliar yang tidak didukung kelengkapan dokumen pengajuan, sistem pengendalian internal atas kas umum daerah tahun 2014 tidak memadai karena ada dana "outstanding" pada Bank BJB sebesar Rp 3,68 miliar yang diakui sebagai belanja tapi belum dipindahbukukan.
Nilai tersebut berbeda dengan data dari kas daerah yang menyatakan dana "outstanding" sebesar Rp 3,87 miliar.
"Aset tetap pada neraca per 31 Desember 2014 sebesar Rp 9.832,10 miliar, di antaranya terdapat masalah signifikan yang diduga terkait tindak pidana korupsi. Dokumen kegiatan tersebut masih menjadi alat bukti persidangan sehingga tidak memungkinkan bagi BPK melakukan prosedur pemeriksaan guna meyakini nilai aset tetap tersebut," kata Moermahadi.
Aset tersebut di antaranya jalan terate Banten Lama pada dinas DBMTR tahun 2011 sebesar Rp3,05 miliar, aset tetap peralatan dan mesin pada Dinas Kesehatan dan RSUD Banten sebsar Rp 193,22 miliar, konstruksi dalam pengerjaan pada Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Rp 23,42 miliar, di antaranya terdapat pekerjaan baja plengkung senilai Rp 13,29 miliar yang sudah dibayar tetapi belum terpasang.
BPK meminta Pemprov Banten segera menyelesaikan rekomendasi atas LHP BPK tersebut selambat-lambatnya 60 hari sejak laporan diterima.
Sementara itu, Plt Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, opini yang diberikan BPK atas laporan keuangan Pemprov Banten merupakan realitas yang harus diterima.
Pemprov Banten sudah berupaya melakukan perbaikan-perbaikan atas laporan keuangan tersebut, walaupun hasilnya masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang harus segera diperbaiki.
"Ini realitas yang kita hadapi, dari awal sudah kami potret, karena masih banyak permasalahan yang belum bisa diselesaikan salah satunya aset situ yang berubah fungsi, sementara dokumen yang masih ada di Jawa Barat," kata Rano.
Selain itu, juga kaitanya dengan kelemahan pengawasan interen karena sumber daya manusia (SDM) yang belum meadai, jumlah akuntan yang dimiliki Pemprov Banten ada sekitar 52 orang, sementara idealnya kebutuhan sekitar 150 orang.
"Kita semua sudah berusaha. Kita perlu penambahan pengawasan internal. Terkait dengan temuan-temuan sebelumnya yang belum tuntas, kami minta SKPD menyelesaikan dengan batas waktu 35 hari dari 60 hari yang ditentukan," kata Rano. (Mulyana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News