BISNIS TRANSPORTASI - JAKARTA. Dalam rangka memperbaiki performa angkutan perkotaan, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) gelar Focus Discussion Group (FGD) Restrukturisasi Pengelolaan Angkutan Perkotaan di Jabodetabek pada Rabu (22/11).
FGD tersebut membahas seputar restrukturisasi angkot yang fungsinya mengarah pada angkutan feeder untuk angkutan utama seperti KRL, Transjakarta maupun Transjabodetabek.
Direktorat Perencanaan Dan Pengembangan BPTJ Sugianto mengatakan, restrukturisasi angkot ini diperlukan mengingat banyaknya permasalahan klasik seputar angkutan perkotaan (angkot) yang terus-menerus terjadi. "Ke depannya kita berharap agar performa angkot dapat meningkat" ujar Sigianto, Rabu (22/11).
Seperti diketahui, pengelolaan angkot dilakukan oleh perorangan sehingga tidak ada standard pelayanan yang baku. Tidak ada standar pelayanan baik dari segi fisik angkutan, maupun jadwal pelayanan.
Menurut Sugianto, ini membuat keberangkatannya suka-suka, tidak terjadwal dan cenderung makin lama karena menunggu penuh.
Selain itu, menurunnya jumlah penumpang saat ini akibat banyaknya persaingan, mengakibatkan pengemudi akan lebih sering ngetem untuk mendapatkan penumpang dan waktu tempuh akan semakin lama.
Menurunnya jumlah penumpang ini juga akan berimbas pada penurunan pendapatan pengemudi membuat pengemudi makin ogah-ogahan melayani penumpang serta biaya pemeliharaan menjadi minim sehingga sulit untuk memenuhi Standard Pelayanan Minimum (SPM) dan sulit melakukan peremajaan.
Persaingan dengan kendaraan pribadi terutama sepeda motor serta meningkatnya jumlah angkutan online juga menjadi akar permasalahan yang menyebabkan semakin sedikit minat orang menggunakan angkot.
Dalam diskusi tersebut, juga disebutkan berbagai masalah lain seperti jumlah angkot di suatu rute yang melebihi kebutuhan. Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah trayek angkot yang saling bersinggungan dengan angkutan utamanya (KRL, Transjakarta, Transjabodetabek).
Menurut Sugianto, restrukturisasi angkot pada prinsipnya mengusung 3 hal. Pertama, kelembagaan yaitu menuju konsep buy the service (subsidi), operator yang berbadan hukum.
Kedua, pelayanan yang mencakup berorientasi, evaluasi trayek (rerouting), konversi dan modernisasi armada. Dan ketiga adalah political will untuk menghadirkan layanan transportasi yang efisien bagi masyarakat.
Pakar Transportasi Dharmaningtyas mengatakan dari hasil kajian ini, perencanaan kedepannya angkot akan terintegrasi dengan Transjakarta dan moda lain. "Jadi angkot ini harus segera ditangani. Fungsinya kedepan akan sebagai feeder dari moda-moda lain," ungkap Dharmaningtyas.
Peremajaan angkot juga perlu dilakukan yaitu dengan mengganti angkot menjadi bus sedang. Angkot yang sudah tua di selesai dan dilengkapi dengan fasilitas yang mumpuni seperti adanya AC, GPS, CCTV dan card reader di setiap armadanya.
"Menata ulang rute trayek (rerouting) terutama jika ada lebih dari satu trayek yang bersinggungan atau bersinggungan dengan angkutan utama, tidak ada lagi angkot ngetem dan ngebut serta setiap trayek dilengkapi dengan jadwal yang harus ditepati," tambahnya.
Dewan Transportasi Kota Jakarta yang di wakili oleh Aully Grashinta mendukung rerouting ini dan mengatakan: "rerouting supaya tercapai modal share 60% pada public transport di tahun 2029".
Pembayaran juga akan dilakukan dengan sistem pembayaran non tunai sehingga dapat terintegrasi dengan sistem pembayaran angkutan utama yaitu KRL, Transjakarta, Transjabodetabek.
Pembinaan pengemudi juga merupakan faktor yang penting karena pengemudi harus memberikan pelayanan yang profesional. Supir angkot akan disalurkan menjadi pengemudi angkot terintegrasi dengan program sekolah pengemudi angkutan umum agar dapat menjadi pengemudi angkot yang profesional
Perwakilan dari YLKI Sudaryatmo lebih menyorot efisiensi bagi konsumen. "Konsumen sangat mementingkan kecepatan, kepastian karena angkot sering sekali ngetem lama sehingga seringkali waktu tempuh menjadi lebih lama dan kapan jalannya nggak jelas karena nunggu penumpang penuh. Hal ini tentunya sangat merugikan penumpang," ungkapnya.
Hal-hal klasik seperti itu itu diharapkan sudah tidak terjadi lagi. Melalui FGD ini diharapkan bisa mendapatkan masukan dari stakeholder untuk restrukturisasi pengelolaan angkot agar performa pelayanannya meningkat.
Seperti diketahui, FGD yang dilakukan ini dibuka oleh Kepala Sub Direktorat Evaluasi Program Direktorat Perencanaan Dan Pengembangan BPTJ Sugianto dan dihadiri oleh para stakeholder BPTJ seperti para Dishub di wilayah Jabodetabek, Organda, YLKI, Dewan Transportasi Kota Jakarta, Masyarakat Transportasi Indonesia, Pakar Transportasi Darmaningtyas dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News