JAMBI. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengusulkan pencabutan izin dua perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang ada di daerah itu kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Sudah kami usulkan ke Kementerian, tapi saya lupa sejak kapan, bahkan saat Bu Menteri ke Jambi beberapa waktu lalu, usulan pencabutan izin kami sampaikan lagi. Karena kewenangannya ada di Kementerian bukan di daerah," kata Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Bestari usai dialog terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Jambi, Kamis (18/9).
Usulan pencabutan izin dua perusahaan HTI itu dilakukan karena sudah hampir lima tahun tidak beraktivitas sama sekali. Namun hingga kini usulan pencabutan izin belum disetujui Kementerian.
Bestari mengungkapkan, dua perusahaan HTI yang diusulkan dicabut izinnya itu adalah PT Dyera Hutani Lestari (DHL) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Limbah Kayu Utama (LKU) di Kabupaten Tebo.
Alasan lain untuk rekomendasi pencabutan itu karena adanya kebakaran lahan di areal HTI dua perusahaan tersebut namun karena tidak ada aktivitas maka kebakaran dibiarkan saja terjadi yang menyumbang kabut asap.
"PT Dyera juga terbakar, tapi kita belum hitung berapa luasannya. Begitu juga di konsesi PT LKU, lahannya tahun ini juga ikut terbakar," katanya.
Bestari mengungkapkan, jika izin dua perusahaan tersebut sudah dicabut, pihaknya bersama penggiat lingkungan juga mengusulkan agar eks lahan HTI itu dijadikan Restorasi ekosistem (RE).
"Kalau usulan saya dijadikan RE saja, seperti contoh di Kalimantan, yang restorasinya di lahan gambut. Cocok sekali karena HTI dua perusahaan ini di lahan gambut," katanya menjelaskan.
Bestari juga mengatakan, khusus HTI LKU di Tebo, permasalahan konflik juga sudah kompleks, sehingga tidak ada perusahaan yang berani mengelola lahan itu di tengah konflik tersebut.
"Kalau perusahaan komersial atau hitung untung rugi, saya rasa tidak ada yang mau mengelola. Jadi pihak swastalah yang bisa mengelola HTI itu menjadi hutan restorasi," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Zainudin mengatakan, izin PT Dyera diberikan sejak tahun 1996 dan perusahaan itu pun sempat menanam jelutung namun tidak berkembang.
"Izin luas lahan HTI PT Dyera itu 8.000 hektar, di sana masih ada kamp dan pembibitan. Dan musim kemarau tahun ini HTI itu sudah terbakar sekitar 4.000 hektar, itu lahan gambut. Kebakaran di lahan itu dibiarkan saja karena tidak ada aktivitas lagi di sana," kata Zainudin.
Sedangkan HTI PT LKU menurut Zainudin juga seluas sekitar 8.000 hektar dan banyak juga lahan di HTI itu yang terbakar.
"Dulunya di HTI itu ada aktivitas illegal logging. Dan sekarang lahan HTI sudah banyak yang dijadikan kebun oleh masyarakat. Mereka hanya caplok-caplok areal saja, dan sekarang banyak yang terbakar," katanya.
Zainudin juga menyetujui, dua HTI itu dijadikan restorasi ekosistem daripada dibiarkan begitu saja hingga menimbulkan konflik lahan di tengah-tengah masyarakat. (Dodi Saputra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News