Diuji coba, LRT Sumsel bisa tempuh 85 km/jam

Rabu, 27 Juni 2018 | 15:35 WIB   Reporter: Sinar Putri S.Utami
Diuji coba, LRT Sumsel bisa tempuh 85 km/jam

ILUSTRASI. UJI COBA LRT PALEMBANG


LRT - JAKARTA. Menjelang pengoperasian light rail transit (LRT) di Palembang, Sumatra Selatan, pemerintah terus melakukan pemantauan di semua aspek teknis. Termasuk melakukan uji coba terhadap prasarana, sarana, dan peralatan sistem pengoperasiannya.

Hasil uji terakhir yang dilaksanakan pada 25 Juni 2018 lalu, setidaknya LRT Palembang bisa berjalan dengan kecepatan operasi 85 km/jam, sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Sekadar tahu saja, Uji coba LRT Sumsel dilakukan oleh Tim Terpadu yang sepenuhnya dilakukan oleh anak-anak bangsa dengan pengalaman pertamanya berasal dari Ditjen Perkeretaapian, PT. KAI, PT. Waskita Karya, PT. Len, dan PT. INKA.

Berdasarkan penjelasan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) LRT Sumsel Suranto mengatakan, proyek ini didesain menggunakan konstruksi jalur layang (elevated track) dengan lebar spoor 1067 mm. Serta dilengkapi third rail sebagai power supply.

Adapun konstruksi elevated track dipilih dengan pertimbangan untuk meminimalkan pembebasan lahan dan meminimalkan masalah sosial. Misalnya, yang sering terjadi pada jalur at grade, mengingat banyaknya perlintasan sebidang yang dilewati, menghindari utilitas yang sudah ada, seperti: jalan tol, jembatan, pipa, kabel, drainase, serta dalam rangka efisiensi ruang bawah agar tetap dapat difungsikan setelah konstruksi selesai.

Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjaga kelandaian maksimum jalur (maksimum 2%) untuk kenyamanan penumpang serta efisiensi biaya operasional dan biaya perawatan. Mengingat lintasan rel LRT mengandung listrik tegangan tinggi yang diambil dari bawah dengan menggunakan third rail pada sisi luar jalur kereta atau di tengah-tengah jalan rel, akan sangat berbahaya apabila tidak dibangun secara elevated.

"Jika dibandingkan dengan konstruksi at grade, elevated track dapat meminimalisasi kebutuhan ruang bebas serta mengurangi biaya pemeliharaan yang harus selalu dilakukan pada konstruksi at grade," ungkapnya, Rabu (27/6).

Hal itu diantaranya, menjaga elevasi jalur yang cenderung berubah akibat karakteristik tanah yang terpengaruh oleh kondisi tanah setempat, penggantian dan penambahan ballast, dan pemeliharaan drainase.

Apalagi jika dibandingkan dengan konstruksi terowongan (tunnel), biaya konstruksi akan jauh lebih besar termasuk biaya perawatannya mengingat maintenance konstruksi bawah tanah memerlukan penanganan khusus terlebih lagi disebabkan jenis tanahnya cenderung labil.

Kemudiam, LRT Sumsel ini juga akan dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik yang diperoleh dari pasokan daya PLN. Sesuai dengan perhitungan yang dilakukan, kebutuhan biaya listrik untuk mengoperasikan LRT dengan headway 3 menit sebagaimana direncanakan adalah ± Rp 9,3 miliar per bulan.

"Namun terhadap biaya listrik ini masih akan diupayakan skema lain cara pembayarannya agar harga dapat diturunkan," tambah Suranto.

Sementara terkait pembiayaannya, untuk dua tahun pertama LRT Sumsel ini akan disubsidi oleh pemerintah. Waktu dua tahun dinilai waktu yang cukup untuk memindahkan minat pengguna jasa untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kereta LRT.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa dan Palembang tergolong sebagai kota Metropolitan, saat ini masih memerlukan pengembangan sistem angkutan massal. 
Dengan begitu LRT diharapkan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas karena akan terjadi perpindahan pengguna jalan raya yang beralih mempergunakan LRT sebesar 50%.

Apalagi, dengan menggunakan LRT bisa efisiensi waktu tempuh perjalanan dari Bandara sampai dengan Jakabaring Sport Center yang semula memerlukan waktu 1,5 – 2 jam menjadi 30 menit–45 menit saja. Selain itu, pembangunan LRT dapat juga dijadikan model bagi kota-kota besar lain di Indonesia yang memiliki karakteristik lingkungan, kondisi teknis dan hal lain yang kurang lebih sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi

Terbaru