JAKARTA. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyatakan akan mempertimbangkan permintaan Pemprov DKI Jakarta terkait dana tambahan perubahan lokasi depo pembangunan MRT.
"Iya ini kita lagi lihat, nanti kita atur semua. Ini kita dalami, ini semua bagaimana sebaiknya? Karena ini diperlukan juga untuk masyarakat Jakarta untuk mengurangi kemacetan," kata Prasetyo usai inspeksi pembangunan proyek tersebut, Selasa (14/3).
Hari ini (14/3), Prasetyo Edi Marsudi melakukan inspeksi bersama Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono untuk mengetahui kondisi terkini pembangunan transportasi cepat massal itu.
Nantinya, DPRD DKI Jakarta dan Plt Gubernur DKI Jakarta akan membahas secara khusus mengenai pembangunan depo di Kampung Bandan dan di Ancol Timur.
Sebelumnya, DPRD DKI dan Sekretaris Daerah DKI Jakarta telah membahas permintaan penambahan anggaran untuk perubahan lokasi pembangunan depo di kedua wilayah tersebut. Namun, pembahasan berlanjut di Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta.
Bahkan, DPRD sebelumnya memberi sinyal akan menolak penambahan dana untuk perpanjangan rute MRT yang diajukan PT MRT melalui Pemerintah Provinsi DKI senilai Rp 16 triliun.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, DPRD DKI Jakarta kemungkinan akan menolak pengajuan tambahan anggaran yang diminta PT MRT. Penolakan akan ditetapkan dengan pertimbangan sudah adanya transportasi commuter line yang dioperasikan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) sebagai moda transportasi dari dan ke wilayah itu.
Semula, Pemprov DKI Jakarta melalui PT MRT merencanakan pembangunan MRT dari Bundaran HI menuju Kampung Bandan yang hendak dijadikan depo MRT. Namun, karena keterbatasan lahan di Kampung Bandan membuat jalur diperpanjang hingga Ancol Timur.
Lahan milik PT KAI di Kampung Bandang yang semula direncanakan akan dijadikan depo MRT, kini tak bisa digunakan karena PT KAI telah mengontrakkan lahan tersebut kepada tiga perusahaan swasta.
Kepala Badan Perencanaan Pembanguna Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan, kajian pembangunan rute MRT dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), karena proyek tersebut masuk dalam rencana strategis nasional. Tidak adanya perjanjian langsung untuk mengikat penggunaan lahan, karena saat itu konsep perencanaan pembangunan MRT fase II ini belum rampung.
"Kalau dulu perencanaannya itu masih dilakukan oleh Kemenhub. Jadi visibility study-nya, perencanaan detail semua Kemenhub. Baru eksekusinya oleh Pemprov yang menugaskan PT MRT," ujar Tuty, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (10/3).
(Lendy Ramadhan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News