Ini lima PR penanganan banjir di Jakarta

Kamis, 26 Februari 2015 | 09:42 WIB Sumber: Kompas.com
Ini lima PR penanganan banjir di Jakarta

ILUSTRASI. Pekerja melakukan pengantongan beras bantuan sosial saat proses pendistribusian di gudang Perum Bulog Kantor Wilayah Aceh, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (12/9/2023). ANTARA FOTO/Ampelsa/tom.


JAKARTA. Penanganan banjir oleh pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai masih jauh dari kata berhasil. Peran besar banjir yang terjadi pada Januari-Februari 2015 dianggap bukan dari faktor alam seperti rob maupun banjir kiriman, namun permasalahan terbesar ada pada drainase dan daerah resapan air yang sangat kurang di Jakarta.

"Saat banjir kemarin yang kebanyakan sifatnya hujan lokal, menunjukkan sistem drainase kita masih sangat buruk," tutur pengamat perkotaan, Nirwono Joga, Rabu (25/2).

Drainase yang buruk adalah satu dari lima hal yang dianggap Joga tidak serius dikerjakan dari kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat. Empat hal lainnya adalah soal revitalisasi kali, revitalisasi waduk, penambahan daerah resapan air, dan audit kavling bangunan dan lingkungan. Lima hal tersebut adalah poin yang tidak serius dikerjakan Pemprov DKI sebelum banjir terjadi.

Pada poin drainase yang buruk, Joga berpendapat bahwa masih banyaknya lurah dan camat yang belum terjun ke lapangan untuk mengontrol daerahnya. Sehingga, masih banyak ditemukan sampah-sampah yang menutup saluran untuk drainase. Hal ini seharusnya bisa dicegah dengan adanya perhatian penuh dari lurah dan camat setempat.

Poin kedua, revitalisasi kali yang belum berjalan. Menurut dia, dari normalisasi 13 sungai utama yang ada di Jakarta, belum satu pun sungai yang dikerjakan secara serius oleh Pemprov DKI. Pengerjaan selama ini dilakukan secara paralel namun hasilnya hanya bersifat parsial.

Revitalisasi kali juga berkaitan langsung dengan relokasi warga di bantaran kali. Dari data yang dimiliki Joga, masih ada sekitar 7.000 jiwa yang belum direlokasi dari bantaran kali. Sedangkan, rumah susun sebagai tempat tinggal mereka belum siap menampung orang sebanyak itu.

"Di sini ada dua kendala, rusun yang tersedia masih sangat terbatas. Kalau terbatas, warga yang dipindahkan terbatas juga. Bagaimana revitalisasi kali bisa dilakukan kalau yang dipindahkan masih terbatas," terang Joga.

Poin ketiga, revitalisasi waduk yang belum menyeluruh. Joga mengapresiasi pembangunan Waduk Pluit dan Ria Rio yang sudah kelihatan kegunaannya saat terjadi curah hujan yang cukup tinggi. Tetapi, itu baru segelintir saja dari total 42 waduk dan 14 situ yang seharusnya segera diperbaiki.

Poin keempat, belum ada penambahan daerah resapan air. Pada tahun ini saja, Joga menilai belum melihat adanya penambahan ruang terbuka hijau (RTH). Hal ini berhubungan langsung dengan poin kelima, yaitu audit kavling bangunan dan lingkungan. Joga mengatakan bahwa Pemprov DKI seharusnya memperketat izin mendirikan bangunan untuk menyelamatkan ruang terbuka hijau sehingga air bisa meresap.

Dalam 100 hari pemerintahan Basuki-Djarot ini, menurut Joga, tidak ada ketegasan dalam hal moratorium pembangunan. "Artinya, dia bisa bilang bahwa karena mal di Jakarta sudah penuh, jangan bangun mal lagi. Bagi para pelanggar, developer yang melanggar membangun di kawasan resapan air, berani enggak ditindak? Ini yang belum muncul sebetulnya," jelas dia. (Andri Donnal Putera)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru