JAKARTA. Kehadiran Jalan Layang Non Tol (JLNT) yang dibangun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan dianggap tak memberikan pengaruh besar.
Salah seorang pengguna kendaraan roda empat Anggita Muslimah, mengatakan, JLNT tak terlalu berpengaruh dalam mengurai kemacetan di Jakarta. Pasalnya, masih terjadi kemacetan panjang bahkan baik di jalan tapak maupun JLNT ketika jam pulang kerja.
“Gak terlalu berpengaruh, karena jalanan di atas (JLNT) dan di bawah tetap macet juga seperti JLNT Blok M-Antasari. Kalau jam pulang kantor, pasti macet banget dan lumayan panjang. Kalau sudah di jalan layang kan gak bisa kemana-mana. Mau gak mau harus ikut arus kemacetan,” jelas Anggita kepada Kompas, Rabu (25/2).
Hal senada diungkapkan oleh pengguna kendaraan pribadi lainnya, Andhika Putra (22). Menurut Andhika, meski telah ada JLNT, kemacetan di Jakarta tak bisa dihindari. Pasalnya, kemacetan di Jakarta merupakan dampak dari kuantitas kendaraan pribadi di Jakarta yang berlebihan. Sedangkan infrastruktur jalan rayanya sendiri masih sangat sedikit.
“Macetnya sama saja. Kapasitas kendaraan di jakarta itu kan sudah melebihi banyaknya jalan raya. Mungkin jalan layang itu cuma jadi jalur alternatif biar lebih cepat,” ujar Andhika.
Tambahan Jalur Pendukung
Mengamati hal tersebut, Pakar Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menyatakan pembangunan JLNT sebenarnya telah membantu Jakarta dalam menambah struktur jaringan jalan di Jakarta. Namun, pemerintah nampaknya belum melihat kebutuhan pendukung dari JLNT sendiri untuk mengurai kemacetan.
“Pembangunan JLNT itu sebenarnya membantu mobilitas masyarakat dengan penambahan jumlah jaringan jalan. Namun JLNT juga harus ditunjang dengan kapasitas jalan pendukung, seperti jalan arteri, jalan arteri-sekunder, jalan sekunder, dan jalan primer penghubung. Kalau kita lihat kan sekarang itu semua tidak ada. Jadi siapapun yang memakai JLNT akan tetap kena macet. Pemerintah harus melihat bagaimana JLNT didukung jalan lokal,” ujar Yayat.
Selain itu, Yayat melanjutkan, penambahan kapasitas jalur juga diperlukan agar JLNT menjadi struktur jalan yang ideal. Selama ini, lajur JLNT dianggap belum mencukupi karena hanya berisikan 2 lajur untuk kendaraan pribadi.
“Kalau kita lihat di jalan tol saja ada 4 lajur masih ada kemacetan. JLNT kan hanya ada dua lajur. Seharusnya bisa ditambahkan kapasitasnya agar menampung laju kendaraan pribadi yang lewat. JLNT ini kan sebenarnya membantu masyarakat yang bepergian dari pusat kota ke pinggiran atau dari arah sebaliknya,” tambah Yayat.
Yayat juga menjelaskan perlunya ada perbaikan desain serta ketetapan yang mengatur laju kendaraan pribadi di JLNT. Menurutnya, desain JLNT yang sekarang ada terlalu riskan sehingga membahayakan pengguna.
“Desain (JLNT) yang ada sekarang terlalu riskan. Perlu ada perbaikan agar jalan tidak lagi bergelombang. Selain itu aturan yang ketat untuk menggunakan JLNT juga harus diterapkan. JLNT kan berbeda dengan jalur tapak. Di sana ada perbedaan kecepatan angin. Peraturan untuk motor tidak melaju di JLNT sebenarnya sudah bagus. Kalau bisa juga ada yang mengatur untuk kendaraan roda empat, misalnya masalah kecepatan di JLNT,” tandas Yayat. (Hilda B Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News