Jawa Timur disebut alami kelangkaan gula rafinasi, ini kata Kemenperin

Rabu, 07 Juli 2021 | 19:57 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
Jawa Timur disebut alami kelangkaan gula rafinasi, ini kata Kemenperin

ILUSTRASI. Buruh angkut memindahkan karung berisi gula rafinasi yang akan dikirim melalui Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Senin (10/8/2020). KONTAN/Fransiskus Simbolon


GULA RAFINASI - JAKARTA. Kabar kelangkaan gula rafinasi yang memukul industri kecil di Jawa Timur kembali mengemuka. Kali ini disuarakan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jawa Timur.

Pelaku usaha kecil dan menengah yang tersebar di Jawa khususnya di sektor industri makanan dan minuman disebut sedang kesulitan memperoleh gula rafinasi hingga industri mereka tertekan bahkan ada yang sampai gulung tikar. "Usaha kecil alami kenaikan biaya Rp 2,73 miliar per tahun," kata peneliti Lakpesdam PW NU Jawa Timur, Miftahus Surur dalam keterangannya, Rabu (7/7).

Selain masalah kenaikan beban produksi pelaku UMKM, salah satu yang disorot adalah adanya indikasi diskriminasi terhadap pabrik gula di Jawa Timur hingga tak mendapat pasokan raw sugar sebagai bahan baku gula rafinasi imbas terbitnya Permenperin 3 tahun 2021. 

Baca Juga: Cuaca besok di Jawa dan Bali: Bandung cerah-berawan, Yogyakarta cerah berawan

Kenaikan biaya itu menurutnya dikarenakan tak ada pabrik gula yang memproduksi gula rafinasi di Jawa Timur sehingga pelaku Usaha UMKM harus menanggung biaya lebih mahal untuk biaya transportasi gula rafinasi dari wilayah lain seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Ia melanjutkan, ini kemungkinan dipicu karena adanya Permenperin 3/2021 yang menyebutkan pabrik gula kristal putih tak boleh memproduksi gula rafinasi. Sehingga ia menyarankan agar Permenperin itu dihapus. Dan pembagian kewenangan pabrik gula diatur berdasarkan zonasi, bukan berdasarkan jenis izin pabrik gula.

Menanggapi hal ini, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian Supriadi menjelaskan, justru adanya Permenperin itu dilahirkan untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan industri mamin dengan kepentingan petani tebu sebagai garda terdepan industri gula nasional.

"Kenapa kita pisahkan antara pabrik yang produksi gula rafinasi dengan pabrik yang memproduksi gula kristal putih? Agar mudah mengawasinya. Kalau dia merembeskan gula rafinasi sebagai gula kristal putih ke pasar rakyat," tegas dia, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga: Colliers: Tarif sewa perkantoran di Jakarta diproyeksikan terus turun pada tahun 2021

Ia melanjutkan, justru dengan terbitnya Permenperin 3/2021, diharapkan pabrik gula fokus pada sektornya masing-masing agar tercapai swasembada gula nasional.

"Kalau semua boleh impor, yang serap tebu petani siapa? Kalau nggak ada yang serap tebu, petani mau nggak tanam tebu? Kalau nggak ada petani yang tanam tebu, habis kita semua impor," tegas dia lagi.

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru