Kabel telekomunikasi untuk layanan publik, seharusnya tak terkena retribusi

Jumat, 09 Juli 2021 | 21:50 WIB   Reporter: Ahmad Febrian
Kabel telekomunikasi untuk layanan publik, seharusnya tak terkena retribusi

ILUSTRASI. Petugas mempersiapkan kabel fiber optik pengganti kabel tembaga. ANTARA FOTO/Ampelsa/kye/17


INDUSTRI TELEKOMUNIKASI - JAKARTA. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana mengenakan sewa dengan tarif komersial atas jaringan listrik, PDAM, gas dan telekomunikasi. Rencana tersebut menuai keberatan  Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel).

Sementara anggota Ombudsman, Hery Susanto melihat, penerapan retribusi kepada perusahaan penyelenggara utilitas memiliki potensi mal administrasi dan bisa menggangu layanan publik. Terlebih lagi penyelenggara utilitas seperti listrik, PDAM, gas dan telekomunikasi menjadi sektor kritikal di masa PPKM Darurat.

Menurut Hery soal pelayanan publik diatur melalui UU No. 25 tahun 2009 pasal 4. Perusahaan penyelenggara jaringan telekomunikasi sejatinya entitas bisnis yang memberikan pelayanan umum. Apalagi di saat pandemi. Perusahaan telekomunikasi dan internet merupakan sektor kritikal dan menyangkut kepentingan umum. 

“Harusnya mereka tidak dikenakan retribusi. Tujuannya agar publik memiliki keterjangkauan terhadapat layanan telekomunikasi,” kata Hery, dalam keterangannya, Jumat (9/7). 

Lalu UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 128 ayat  2 tertulis, penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah, antara lain, pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. 

Jadi seharusnya tiang listrik/telpon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum tidak terkena retribusi. Agar retribusi tinggi ini tidak diikuti oleh daerah lain, Ombudsman berencana melakukan komunikasi dengan pemerintah. Hery ingin mencegah potensi praktik mal administrasi di daerah lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian

Terbaru