Kembangkan Bioethanol dari Tetes Tebu, Kementerian ESDM Jajaki 2 Pabrik di Jatim

Selasa, 02 Agustus 2022 | 22:29 WIB   Reporter: Arfyana Citra Rahayu
Kembangkan Bioethanol dari Tetes Tebu, Kementerian ESDM Jajaki 2 Pabrik di Jatim

ILUSTRASI. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana.


SUMBER ENERGI - JAKARTA. Pengembangan bioethanol di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya belum ada jaminan keberlanjutan pasokan bahan bakunya yakni molases atau tetes tebu. Untuk menghadapi persoalan ini, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM  sedang dalam proses penjajakan ke dua pabrik di Jawa Timur untuk kesiapan produksi dan supply bioethanol.  

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan untuk bioethanol saat ini bahan bakunya tidak bisa dijamin (keberlanjutan pasokannya). 

“Kalau dari sisi hilir, ESDM tahunya setelah jadi bahan bakar, kalau urusan hulu kita kan tidak bangun pabrik dan kebunnya. Untuk (ketersediaan bahan baku tetes tebu) sekarang belum cukup dan dikhawatirkan menganggu untuk keperluan yang lain,” jelasnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (2/8). 

Baca Juga: Tarif Royalti untuk Pemegang IUP Bakal Naik, Begini Pandangan ABM Investama (ABMM)

Pasalnya saat ini tetes tebu banyak dimanfaatkan untuk industri lainnya dan diekspor. Namun, dia bilang, saat ini pihaknya mencoba berkomunikasi dengan dua pabrik di Jawa Timur yakni di Malang dan Mojokerto terkait pengembangan bioethanol ini. 

Proses pengembangan bioethanol sebagai campuran bahan bakar kendaraan diakui Dadan saat ini masih berjalan. “Kami membayangkan kandungan bioethanol-nya 2,5%,” jelasnya. 

Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Edi Wibowo menambahkan, kedua pabrik yang sedang dijajaki tersebut nantinya akan memproses bioethanol dari tetes tebu.

“(Penjajakan kerja sama ini) untuk kesiapan produksi dan supply  bioethanol,” jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Edi memberikan gambaran, kapasitas produksi dari kedua pabrik ini masing-masing 10.000 KL untuk pabrik di Malang dan 30.000 KL di Mojokerto. “Kapasitas ini masih akan dipastikan kembali karena bioethanolnya yang fuel grade untuk bahan bakar,” terangnya. 

Baca Juga: Tarif Royalti Batubara IUP Akan Ditentukan Berdasarkan Kualitas Batubara dan HBA

Sedikit kilas balik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sudah merilis Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 yang menyebutkan penggunaan bioethanol E5 diwajibkan pada 2020 dengan formulasi 5% etanol dan 95% bensin dan meningkat ke E20 pada 2025. Namun dalam perjalanannya rencana tersebut menghadapi kendala. Pemerintah akhirnya merevisi penerapan bioethanol tersebut dengan menurunkan kandungan etanol menjadi 2%.

Setelah serangkaian uji coba dilakukan termasuk dengan Pertamina, penerapan E2 pun masih jauh dari harapan karena terkendala ongkos produksi yang masih tinggi, sehingga kehadiran etanol kurang kompetitif sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru