INFRASTRUKTUR DAERAH - JAKARTA. Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menegaskan, penurunan permukaan tanah di utara Jawa Tengah, utamanya Kota Semarang, membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Ketua Tim Pelaksana KPPIP Wahyu Utomo menyatakan, Kota Semarang masuk dalam kategori kerentanan menengah. Pasalnya, luas wilayah yang terendam banjir rob akibat penurunan muka tanah mencapai 14,6%. Adapun wilayah tersebut mencakup 18% area permukiman.
Adapun, banjir rob akibat penurunan muka tanah mencapai ketinggian 5 cm – 200 cm.
“Penduduk yang terdampak ini memberikan kontribusi pada kerugian ekonomi hingga Rp 32,2 triliun,” jelas Wahyu dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (27/9).
Wahyu yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian menambahkan, permasalahan tersebut membutuhkan identifikasi lebih lanjut terkait penyebab utama yang harus ditanggulangi untuk menemukan solusi yang paling optimal.
“Untuk mengatasi penurunan permukaan tanah juga membutuhkan integrasi antara proyek prioritas di utara Jawa Tengah serta prioritisasi belanja infrastruktur di tingkat pemerintah daerah dan pusat,” terang dia.
Baca Juga: Ini sektor usaha yang kembali sokong penerimaan pajak di tahun 2021
KPPIP mencatat, saat ini terdapat 15 proyek strategis nasional (PSN) yang ada di Jawa Tengah akan memerlukan sinkronisasi untuk dapat memberikan solusi terhadap penurunan muka tanah. Prioritisasi pembangunan proyek infrastruktur di Jawa Tengah bagian utara harus mempertimbangkan signifikansi dalam upaya penyelesaian masalah penurunan muka air tanah dan banjir rob.
Koordinator Project Management Office (PMO) Sektor Jalan dan Jembatan KPPIP, Kenwie Leonardo bilang, lesson learned di Tokyo dan Jakarta. Seperti diketahui, pada tahun 1960, pemerintah Kota Tokyo menghentikan penggunaan air tanahnya sehingga jumlah air tanah meningkat serta diikuti dengan berhentinya laju penurunan permukaan tanah.
Sedangkan, untuk Kota Jakarta sejak tahun 1980 penggunaan air tanah yang masif menyebabkan jumlah air menurun yang diikuti penurunan permukaan tanah hingga kini.
Sebagai salah satu solusi penurunan muka tanah dan penanganan banjir rob, pemerintah membangun Tol Semarang Harbour yang terintegrasi dengan tanggul laut. Jalan Tol ini juga akan memberikan dukungan akses dengan menghubungkan ruas Tol Batang-Semarang, Tol Lingkar Semarang, dan ruas Tol Semarang-Demak sehingga akan mempercepat arus logistik menuju Pelabuhan Tanjung Mas.
“Pembangunan tanggul laut yang terintegrasi saat ini harus mempertimbangkan apakah dapat memberi kontribusi solusi banjir rob dan penurunan muka tanah di Semarang Utara. Selain itu, untuk dapat menarik investor terdapat potensi untuk melakukan bundling dengan pengembangan kawasan di sekitar tanggul laut,” jelas Kenwie.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Denny Nugroho Sugianto, memprediksi kawasan pesisir Kota Semarang dan sekitarnya akan tenggelam sekitar 50 tahun mendatang.
Penurunan muka tanah di Pantura Jawa memang disebabkan penggunaan air tanah secara berlebihan. Di samping itu, sifat sedimentasi di pantai Semarang merupakan sedimentasi aluvial. Pemanasan global memperburuk dengan meningkatnya volume air laut.
Denny mengatakan, diperlukan penyediaan air baku untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, stakeholder, pemerintah, dan swasta sehingga mengurangi beban pengambilan air tanah.
Proyek Tol Semarang – Demak diharapkan dapat menjadi solusi banjir rob di Semarang dan Demak. Pembangunan infrastruktur bangunan pengaman pantai perlu didesain dengan tujuan mengembalikan garis pantai selain sebagai pelindung pantai. Dalam konteks sebagai pelindung pantai, tanggul laut atau tol laut Semarang – Demak dikombinasikan dengan groin yang berfungsi untuk memerangkap sedimen.
“Serta dikombinasi dengan penanganan non struktural dengan melakukan rehabilitasi pesisir seperti lewat penanaman mangrove dan vegetasi pantai,” ujar Denny.
Ia meminta agar dilakukan peninjauan penataan ruang wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana, utamanya banjir dan rob. “Perlu pemanfaatan ruang terkait kebutuhan area rehabilitasi wilayah pesisir dengan mengoptimalkan fungsi sempadan pantai dan sempadan sungai,” ucap Denny.
Baca Juga: TKDN industri panel surya dikerek, PLTS bakalan makin kompetitif
Sebagai informasi, laju penurunan muka tanah pada kota-kota di Pantai Utara (Pantura) Jawa mencapai 5 cm hingga 20 cm per tahun. Padahal, kota-kota tersebut merupakan kawasan strategis koridor ekonomi pusat industri.
Pada kota-kota di Pantura Jawa terdapat berbagai kegiatan yang sangat penting untuk menunjang perekonomian di Indonesia. Yakni di Pantura Jawa terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, KEK Kendal, JIIPE Singhasari.
Selain itu, terdapat 70 Kawasan Industri dan 4 di antaranya masuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Kawasan Industri Wilmar di Serang, Kawasan Industri Brebes, dan Kawasan Industri Batang.
Di samping penurunan muka tanah, persoalan lain adalah banjir dan rob. Banjir rob akibat penurunan tanah mencapai ketinggian 5 cm – 200 cm.
Lalu, terdapat persoalan krisis air baku di Pantura Jawa. Kebutuhan air pada tahun 2024 mencapai 392 meter kubik/detik, sedangkan ketersediaan air hanya 88,2 meter kubik/detik.
Yang juga jadi persoalan adalah sistem sanitasi dan pengelolaan air limbah belum memadai, fasilitas penunjang kegiatan nelayan belum memadai, serta penurunan kualitas lingkungan hidup (ekosistem mangrove).
Seperti diketahui, telah dilakukan rapat pembahasan Penurunan Permukaan Tanah Jawa Tengah Bagian Utara di Semarang pada Jumat, 24 September 2021.
Selanjutnya: Fitur PeduliLindungi bisa diakses di sejumlah aplikasi lainnya mulai Oktober
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News