KEBUDAYAAN - JAKARTA. Di sepanjang aliran Sungai Batanghari, terdapat beberapa bagian sungai yang dijadikan sebagai kawasan ‘larangan’ menangkap ikan. Tempat-tempat ini dinamakan Lubuk Larangan. Tujuan dari pelarangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan populasi ikan di Sungai Batanghari.
Lubuk-lubuk larangan ini umumnya dibuat di cabang-cabang Sungai yang relatif dangkal dengan aliran yang tidak terlalu deras.
Menurut Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Tebo, Mardiansyah, Lubuk Larangan pada dasarnya adalah areal sungai yang secara adat dijaga agar tidak ada aktivitas mengambil ikan oleh masyarakat di lokasi tersebut.
“Kemudian akan ada waktu tertentu untuk menangkap ikan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat. Waktu panen ikan ini biasanya dilakukan sekali dalam satu tahun dengan waktu yang disepakati secara adat," jelas Mardiansyah dalam keterangannya, Selasa (13/9).
Baca Juga: Kemenparekraf Tekankan Penting Kompetensi SDM Desa Wisata Borobudur-Prambanan
Ia menjelaskan, Lubuk Larangan di Sungai Batanghari hanya ada di beberapa daerah tertentu saja. Contohnya di Desa Teluk Kayu Putih Tebo Desa Teluk Kayu Putih di Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo. Kemudian ada juga di Kabupaten Bungo, Merangin dan Sarolangun.
Kawasan Lubuk Larangan biasanya ditandai dengan batas tali baja yang digantung di atas permukaan sungai.
Ritual panen Ikan ini disebut Buka Lubuk. Kata Mardiansyah biasanya disesuaikan dengan tradisi di desa masing-masing. Beberapa diantaranya diawali dengan doa dan pembacaan Surat Yasin. Sistem Lubuk Larangan bertujuan agar ikan yang ada di sungai kembali melimpah.
“Biasanya yang ngambil ikan di lubuk larangan dikenakan denda adat,” tambahnya.
Sanksi adat bermacam-macam mulai dari denda makanan, beras, hewan ternak. Hingga sumpah yang akan membuat si pelanggar senantiasa tertimpa musibah. Belum lagi jadi bahan gunjingan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News