JAKARTA. Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana berpendapat kasus, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) ini sebenarnya bukan sulit untuk dipecahkan. Sebab, kata dia, sudah terlihat jelas keanehan-keanehan kasus ini.
"Ini kasus yang mudah dibongkar dan alurnya sudah ketahuan," ujar Lulung di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (4/2).
Lulung pun yakin ada pembiaran dari pihak eksekutif terhadap pengadaan UPS ini.
Ada beberapa hal yang membuat Lulung yakin. Pertama, adanya nomenklatur pengadaan UPS dalam APBD-P 2014.
"Satu tahun lebih Gubernur bilang UPS tidak dibahas tapi kok ada nomenklaturnya? Nomenklatur itu yang buat bukan DPRD," ujar Lulung.
Hal kedua, kegiatan pengadaan UPS juga memiliki nomor rekening. Tanpa nomor rekening, sebuah kegiatan tidak mungkin bisa untuk dilelang.
"Nomor rekening itu siapa yang bikin? BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang merupakan pihak eksekutif," ujar Lulung.
Ketiga, Lulung mengatakan semua pengadaan barang harus membutuhkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) agar bisa dilelang.
Surat tersebut sewajarnya ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Lulung menganggap wajar jika Basuki lupa menandatangani satu SP2D untuk UPS. Namun, Lulung mengingatkan total pengadaan UPS ada 49 unit.
"Aneh kan, 1 unit UPS itu butuh 1 SP2D. Kalau ada 49 unit berarti 49 unit itu ada SP2D. Masa sih dia enggak tahu," ujar Lulung.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga mengaku kesulitan mengontrol puluhan ribu item anggaran di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Akibatnya, banyak program siluman yang muncul di APBD DKI Jakarta.
"Kita mana bisa lakukan pembiaran kalau ada 60 ribu item anggaran," kata Basuki, di Pengadilan Tipikor. (Jessi Carina)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News