LRT - JAKARTA. Kecelakaan kerja dalam konstruksi infrastruktur kembali terjadi. Box girder pembangunan light rail transit ( LRT) Jakarta roboh setelah dipasang di Jalan Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (22/1) dini hari.
Ketika itu, 5 pekerja menjadi korban insiden tersebut. Kelimanya dirawat di Rumah Sakit Columbia Asia di Pulomas Barat.
Menurut Direktur Utama PT Jakpro Satya Heragandhi, insiden itu terjadi ketika para pekerja selesai melakukan stressing atau penarikan kabel baja (termasuk kabel tendon) untuk menyatukan box girder menjadi kesatuan span girder.
Pada pukul 24.00 WIB, stressing selesai dilakukan dan konstruksi diyakini telah dipasang dengan baik. Namun, 10 menit kemudian, petugas mendengar suara retakan.
Sejumlah petugas kemudian memeriksa kondisi span box yang telah dipasang tersebut. Namun, tiba-tiba span tersebut roboh.
"Tapi 10 menit kemudian ada suara 'krek', langsung karyawan yang bertugas memeriksa. Pada saat diperiksa terjadi robohnya span box girder," ujar Satya.
Terkait hal tersebut, Direktur Utama PT Wika Karya Beton Tbk Hadian Pramudita mengatakan bahwa box girder roboh selepas dipasang merupakan kejadian langka dalam sejarah konstruksi infrastruktur.
Oleh karena itu, penyebab robohnya box girder tersebut sampai saat ini masih jadi tanda tanya.
"Ya, justru itu karena tidak biasa ini makanya kita perlu lakukan pengecekan dan proses dalam investigasinya akan lebih sulit, tapi teknisnya bisa ditanyakan oleh tim konsultan," ucap Hadian.
Diinvestigasi
Selepas peristiwa tersebut, PT Jakpro selaku pemilik proyek dan PT Wika Karya Beton Tbk selaku kontraktor LRT Jakarta bergegas membentuk tim investigator internal guna mencari penyebab awal robohnya box girder LRT.
Namun, tim investigator internal itu setidaknya membutuhkan waktu dua pekan dari awal pembentukannya.
"Investigasi belum ada hasilnya masih sedang berjalan kan butuh waktu dua minggu," kata Satya kepada awak media di Depo LRT Kelapa Gading, Kamis (25/1).
Penyebab robohnya box girder LRT Jakarta pun menjadi misteri. Bukan hanya ada tim investigator internal, melainkan ada empat institusi lainnya membentuk tim investigator sendiri.
Keempat pihak tersebut yakni dari Disnaker DKI, kemudian Kementerian PUPR, Puslabfor, dan terakhir KNKT.
"Kami bersyukur ada lima pihak yang melihat dan buat kami ini masih menunggu hasilnya karena kami juga penasaran seperti apa sih situasinya dan penyebabnya," ucap Satya.
Belum keluarnya hasil investigasi maupun audit terhadap insiden tersebut membuat beberapa pihak pun menerka-nerka kemungkinan-kemungkinan apa yang membuat kecelakaan konstruksi itu terjadi.
Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta mengatakan kepada Kompas.com bahwa setidaknya ada dua kemungkinan yang bisa menyebabkan insiden itu terjadi.
Pertama, yakni pemasangannya yang tidak sempurna. Kedua, material pembuat box girder kurang baik.
"Box girder kan dibangun segmen demi segmen, namanya balance cantilever. Jadi saat pemasangan itu ditarik menggunakan kabel pre-stressed seperti dijepret dan memberikan tekanan sehingga tidak jatuh, jadi itu hanya bisa jatuh kalau menarik kabelnya enggak benar," papar Davy.
Selain itu, dia berpendapat bahwa material beton pembentuk box girder yang berkualitas rendah juga bisa menjadi penyebab robohnya box girder LRT Jakarta.
Sementara itu, pada kesempatan lain, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa menyampaikan, penyebab maraknya kecelakaan kerja dalam konstruksi infrastruktur, termasuk robohnya box girder LRT Jakarta, yakni minimnya pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Hal itu tidak terlepas dari sikap pekerja konstruksi sendiri yang acap kali menganggap remeh prosedur operasional standar (SOP).
"Hampir semua kecelakaan kerja itu terjadi karena kelalaian, entah itu karena pengawasan tidak dilakukan dengan baik atau mungkin tidak mengikuti prosedur karena sudah menganggap remeh atau menganggap biasa," tutur Erwin.
Ia menambahkan, anggapan itu muncul seiring dengan sikap para pekerja yang merasa sudah sering menggarap proyek konstruksi.
Akibatnya, ada kecenderungan mereka malas untuk membaca SOP tersebut. Padahal, SOP dibuat untuk dipahami dan diterapkan saat bekerja.
"Mereka anggap ini sudah pekerjaan rutin, tarik kabel, iket kabel, itu sudah pekerjaan sehari-hari dan rutin, sehingga ketika mereka anggap remeh, itu ditinggal. Dan pada saat ditinggalkan kecelakaan kerja itu terjadi," ujar Erwin.
Meski demikian, baik Satya maupun Davy tak ingin menerka dan menduga hal apa yang mampu membuat box girder LRT Jakarta roboh hingga melukai lima orang pekerja.
"Saya enggak berani mengira-ngira penyebabnya apa, untuk untuk investigasi ini kita menunggu dari internal, bukan menunggu dari kepolisian," ujar Satya. (Ridwan Aji Pitoko)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com, berjudul: Menerka Penyebab Robohnya "Box Girder" LRT di Pulogadung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News