MATARAM. Nelayan di Nusa Tenggara Barat menagih janji Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang akan membeli benih lobster hasil tangkapan mereka sebagai kompensasi larangan ekspor komoditas tersebut.
"Nelayan menagih janji yang disampaikan pada pertemuan dengan perwakilan nelayan Nusa Tenggara Barat (NTB) di Jakarta pada 23 Januari 2015," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) NTB H Lalu Kamala, di Mataram, Rabu (8/4).
Pertemuan membahas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 terkait larangan penangkapan dan ekspor benih lobster ukuran karapas di bawah lima centimeter, kepiting, dan rajungan tersebut dihadiri oleh para pejabat eselon I KKP.
Selain HNSI NTB, tiga orang anggota Komisi II DPRD NTB juga hadir pada pertemuan itu. Ada juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Aminollah, dan sejumlah perwakilan nelayan penangkap benih lobster dari Pulau Lombok.
Dalam pertemuan itu, kata Kamala, Menteri KP tetap bersikukuh melarang ekspor benih lobster ukuran karapas di bawah lima centimeter, namun berjanji memberikan solusi bagi nelayan.
KKP memberikan solusi kepada nelayan di Pulau Lombok untuk tetap melakukan penangkapan bibit lobster tetapi akan ditampung dan dibeli oleh pemerintah.
Selanjutnya, benih lobster yang dibeli akan ditebar kembali ke laut di wilayah lain di Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, pantai selatan dan utara Pulau Jawa, yang mana daerah-daerah tersebut dahulu menjadi pusat produksi lobster di Indonesia dan sekarang nyaris menghadapi kepunahan.
"Tapi janji itu sampai sekarang tidak terealisasi. Tim teknis dari Dinas KP NTB dan KKP saja belum ada yang turun survei ke lapangan. Apa kami harus tetap menanti dan sampai kapan menunggu," ujarnya.
Menurut dia, kondisi ribuan nelayan di daerahnya yang kehilangan pendapatan akibat regulasi KKP tersebut cukup memprihatinkan karena kesulitan mendapat pekerjaan alternatif.
Di sisi lain, sebagian besar lahan di wilayah selatan Pulau Lombok, yang menjadi tempat tinggalnya merupakan lahan kering dan tandus, sehingga agak sulit beralih profesi menjadi petani.
Begitu juga jika menangkap ikan ke laut lepas, lanjut Kamala, agak sulit jika menggunakan perahu yang ukurannya relatif kecil.
"Laut di wilayah selatan Lombok ini berhadapan langsung dengan samudera hindia, berbahaya bagi perahu nelayan ukuran kecil. Di Lombok ini tidak ada nelayan yang punya perahu ukuran 15 groos ton ke atas, kalau ada itu juragan namanya," ucap Kamala.
Ia berharap Menteri KP Susi Pudjiastuti memperhatikan dampak sosial ekonomi terhadap ribuan nelayan yang kehilangan pendapatan dari usaha menangkap benih lobster.
"Paling tidak ada program pembinaan atau pelatihan yang bisa jadi bekal untuk beralih profesi. Jangan sampai nelayan menjadi perampok karena terpaksa," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News