RIAU. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riau menyatakan investigasi atau penyelidikan dugaan kasus Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Pekanbaru dalam penyaluran kredit ke pengembang (developer) bermasalah PT Riau Makmur Sejahtera berada di tingkat pusat.
"Dalam hal ini adalah Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) OJK Pusat," kata Kabag Pengawasan Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Riau Elvira Azwan lewat sambungan telepon kepada Antara di Pekanbaru, Rabu siang.
Elvira mengatakan, pihaknya memang telah menerima laporan nasabah terkait hal itu, namun telah disampaikan ke layanan pengaduan nasabah Bidang EPK OJK Pusat. "Sementara kami di daerah tidak mengawasi operasional perusahaan perbankan yang diduga brmasalah. Dimana apa yang terjadi di dalam perusahaan perbankan itu, tidaklah menjadi kewenangan kami di dearah," kata dia.
Pernyataan Elvira menanggapi permasalahan yang dihadapi warga Perumahan Pemko Bertuah Sejahtera, RT 03/RW 07, Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayanraya, Pekanbaru-Riau yang melayangkan somasi ke PT Riau Makmur Sejahtera selaku developer atau pengembang perumahan tersebut.
Sejumlah warga di lingkungan perumahan itu mengaku selama ini terus dibohongi oleh developer yang berjanji akan melakukan perbaikan rumah yang secara keseluruhan mengalami cacat fisik.
Menurut warga, developer juga berjanji akan melakukan perbaikan setelah dilakukan akad kredit, namun telah berjalan tidak juga direalisasikan. Kemudian pihak developer berjanji akan melakukan semenisasi jalan di seluruh blok perumahan pada batas akhir awal Desember 2014, namun molor.
Developer kata warga juga berjanji untuk memberikan lahan fasilitas sosial untuk dibangun rumah ibadah, namun juga tidak dilaksanakan.
Warga juga mengklaim pengembang mengutarakan kebohongan atas kepemilikan tanah hibah warga setempat yang sempat diakui sebagai tanah hak developer untuk fasos perumahan.
Dalam somasi tertulisnya, ratusan warga yang bermukim di kompleks perumahan itu juga menuntut ganti rugi terkait besaran biaya sambungan listrik baru yang diminta sebelumnya sebesar Rp 3 juta sementara menurut paraturan PLN tidak lebih dari Rp 1 juta untuk kapasitas daya 900 VA.
Warga juga menuntut untuk dilakukannya sertifikasi layak operasi (SLO) dari Konsuil sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenaga Listrikan tepatnya di Pasal 44 ayat 4 yang menyebutkan; "Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi".
Hasil penelusuran, pihak pengembang juga diduga melakukan penipuan, mengajukan rencana pembangunan kompleks perumahan dengan memasukkan lahan hibah masyarakat sebagai kawasan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Elvira mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi mengenai kelanjutan laporan tersebut. "Jika memang ada indikasi, maka biasanya akan diturunkan tim investigasi dari pusat. Tapi apakah itu sudah dilakukan atau belum, saya belum mendapat informasinya," kata dia.
Elvira mengatakan, sejauh ini pihaknya baru satu menerima persoalan mengenai pengembang perumahan dengan melibatkan perusahaan perbankan. "Ada dua bank yang dilaporkan, yakni BTN dan BNI. Setahu saya baru satu kasus itu yang dilaporkan dan telah diajukan ke Jakarta," katanya.
Untuk diketahui, sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 7 tahun 1992, menetapkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah (know how costumer principle).
Menurut pengamat, dalam kasus Perumahan Pemko Bertuah Sejahtera Pekanbaru, pihak BTN telah melanggar sejumlah ketentuan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News