YOGYAKARTA. Pengamat Kependudukan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sukamdi menilai, perhitungan angka pengangguran yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) keliru karena lebih mengutamakan pemberian informasi tentang angka pengangguran semu.
"Data pengangguran yang dipublikasi BPS itu hanya mengutarakan angka setengah pengangguran, bukan angka pengangguran riil. Jadi angkanya keliru," ujar dia, di Yogyakarta, Jumat (23/9).
Menurut dia, angka pengangguran riil di Indonesia saat ini mencapai kisaran 30% - 40% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Sementara itu, berdasarkan data tingkat pengangguran terbuka yang terakhir kali dipublikasikan BPS, tingkat pengangguran 5,5% per Februari 2016.
"Karena itu, meski BPS mencatat jumlah penganggur di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) rendah, namun tingkat produktifitas pekerja DIY juga rendah. Artinya, banyak masyarakat bekerja di sektor informal dengan tingkat produktifitas rendah seperti itu," jelas dia.
Ia menjelaskan, seharusnya BPS mempublikasikan data pekerja yang setengah menganggur, sehingga bisa dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya.
Selain itu, tambah dia, dengan mengetahui jumlah pekerja setengah menganggur, maka pemerintah dapat menerbitkan kebijakan publik yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan produktifitas para pekerja.
Ia menambahkan, salah satu langkah antisipasi yang dapat dilakukan mereka dalam jangka pendek adalah membuka kesempatan kerja di sektor formal secara luas dan masif.
"Dengan terbukanya lapangan kerja di sektor formal, maka kemungkinan besar pekerja yang terserap pun adalah pekerja dengan tingkat produktivitas baik. Sehingga angka pengangguran yang rendah akan berbanding terbalik dengan tingkat produktifitas pekerja itu," terang Sukamdi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News