SURABAYA. Sektor perhotelan di Surabaya memang masih kalah dibanding Jakarta, dan Bali. Tahun lalu saja, hanya ada 10 hotel baru yang beroperasi dengan jumlah kamar 1.927 unit.
Namun, untuk tahun ini setidaknya terdapat 25 hotel baru dengan jumlah kamar 3.863 unit. Rinciannya, 10 hotel ekonomi (budget), 7 hotel bintang tiga, 7 hotel bintang empat, dan 1 hotel bintang lima.
Sementara dari kinerja tingkat hunian atau average occupancy rate (AOR), ibu kota Jawa Timur ini berada pada angka 57,31%. Di bawah pencapaian tahun 2014 sebesar 60%.
Penurunan juga diperlihatkan segmen tarif kamar rerata atau average daily rate (ADR). Dalam catatan Colliers International Indonesia, ADR hotel Surabaya anjlok 8% pada semester II-2015 menjadi US$ 49,05.
Pengembangan hotel besar-besaran telah berdampak pada penurunan ADR. Dengan persaingan yang ketat, beberapa hotel kemudian lebih memfokuskan diri pada target hunian.
"Strategi itu menjadi alasan terbaik untuk menjelaskan penurunan ADR," tulis Colliers.
Selain itu, tentu saja perlambatan ekonomi, dan berkurangnya aktivitas bisnis. Hal ini ditandai oleh kunjungan yang merosot sebanyak 9% secara tahunan.
Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga Oktober 2015, jumlah kunjungan yang mendarat di Bandara Internasional Juanda hanya 163.539 orang. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, sekitar 179.783 orang.
Pengunjung terbesar didominasi pasar Asia dengan angka dominan dari Malaysia 19 persen, disusul Singapura 11 persen, China 8 persen, Taiwan 5 persen, Jepang 3% dan lainnya 54%.
Sekitar Surabaya
Kendati Surabaya merupakan salah satu daerah industri Indonesia dan hub utama untuk kegiatan ekonomi bagi Kawasan Timur Indonesia, namun saat ini pebisnis perhotelan justru lebih mengincar kawasan di sekitarnya.
Misalnya, daerah Rungkut dan sekitarnya yang dianggap sebagai daerah prospektif untuk pembangunan hotel.
Mereka membangun hotel guna mengakomodasi pekerja dan tamu dari perusahaan yang berlokasi di Rungkut, serta berfungsi sebagai tujuan pertemuan untuk beberapa perusahaan.
Perkembangan Gresik Industrial Estate di Gresik juga diharapkan memiliki dampak positif pada industri hotel terutama untuk kota penyangga Surabaya.
Di tengah menurunnya kinerja hotel di kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur justru semakin memikat investor. Jawa Timur selalu menarik karena memiliki energi sumber daya.
Menurut Colliers, hal inilah yang mendorong pembangunan tidak hanya terkonsnetrasi di Surabaya, melainkan juga kota-kota sekitarnya.
Untuk beberapa waktu, Surabaya telah menjadi tempat yang relatif aman dengan konflik ras dan agama minim, memberikan suasana kondusif bagi investasi. (Hilda B. Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News