Penjual BBM Papua boleh ambil untung 10%

Kamis, 20 Oktober 2016 | 15:00 WIB Sumber: Antara
Penjual BBM Papua boleh ambil untung 10%


YAKUHIMO. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengungkapkan pihaknya menggandeng pemimpin daerah untuk mengontrol harga jual bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia.

Dwi Soetjipto di Yahukimo, menjelaskan hal itu dilakukan untuk menindaklanjuti arahan dari Presiden Joko Widodo agar Pertamina terus mengontrol harga jual BBM setelah program Satuh Harga BBM di Papua dan Papua Barat diresmikan.

"Kita akan kerja sama dengan pimpinan daerah, Pangdam, Kapolda, Dandim, Danrem, Kapolres sehingga boleh saja ada penyalur lain, tapi kalau bisa keuntungan 10%. jadi dari Rp 6.450 jadi Rp 8.000 masih ditoleransi," katanya.

Pada 18 Oktober 2016, Presiden Joko Widodo meminta Pertamina mengontrol harga BBM di tingkat pengecer, setelah meresmikan program BBM Satu Harga di Papua dan Papua Barat, yang dipusatkan di Dekai, Kabupaten Yahukimo, Selasa.

"Tolong ini awal betul dikontrol sehingga masyarakat bisa mendapat harga yang betul-betul kita inginkan. Kalau eceran mengambil untuk sedikit tidak apa-apa, tapi jangan seperti yang saya sebutkan," katanya.

Ia mengakui bahwa di seluruh Indonesia masih ada penjual BBM bersubsidi di atas harga yang ditetapkan, namun jumlahnya diminta untuk tidak terlalu tinggi.

"Di Jawa juga sama. Beli di luar SPBU harganya naik sedikit itu wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tetapi kalau sudah Rp 25.000 itu sudah tidak wajar karena belinya hanya Rp 6.450," ujar Presiden.

Sebagai informasi, manajemen PT Pertamina (Persero) mensubsidi penyaluran BBM di Provinsi Papua dan Papua Barat hingga Rp 800 miliar per tahun.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Jayapura, Selasa, mengatakan langkah ini diambil untuk memenuhi permintaan Presiden Joko Widodo agar BBM Bersubsidi di seluruh Indonesia, harganya sama.

"Untuk memenuhi kebutuhan biaya distribusi dan transportasi ini, Pertamina menetapkan kebijakan subsidi silang, di mana untuk Papua dan Papua Barat, kami perkirakan sekitar Rp 800 miliar per tahun," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia
Terbaru