Petani cabai gagal panen akibat cuaca ekstrem

Selasa, 18 Oktober 2016 | 15:28 WIB Sumber: Antara
Petani cabai gagal panen akibat cuaca ekstrem


PURBALINGGA. Petani cabai di sentra tanaman sayuran Desa Serang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah gagal panen. Ini diakibatkan cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Salah seorang petani cabai di Desa Serang, Suyitno mengatakan, curah hujan yang tinggi mengakibatkan tanaman cabai terserang jamur dan bakteri tanah. "Akibatnya, tanaman cabai menjadi layu dan selanjutnya mengering hingga akhirnya buah cabainya membusuk," kata dia, Senin (18/10).

Padahal, usia tanaman cabai  rata-rata sudah mencapai 70 hari sehingga menunggu masa panen ketika usia 90 hari. Meskipun, jika tanaman cabai yang terserang jamur dan bakteri itu masih bisa diselamatkan, tapi hasilnya maksimal hanya 50% dari kondisi normal.

Menurut dia, modal petani dihitung per batang yang berkisar Rp 5.000-Rp 6.000 atau rata-rata berkisar Rp 70 juta hingga Rp 75 juta per hektare (ha). "Hasil panen dalam kondisi normal berkisar 9 ons hingga 1 kilogram per batang. Dengan kondisi tanaman rusak, jika satu batang hanya bisa menghasilkan 4 ons saja," katanya.

Menurut dia, jenis tanaman cabai yang ditanam petani di Desa Serang adalah merah belinda yang harga di tingkat petani sebesar Rp 40 ribu per kilogram. Jika dijual dalam kondisi masih hijau, kata dia, harganya berkisar Rp15.000-Rp18.000 per kilogram.

Sementara Kepala Desa Serang Sugito mengatakan, pada awal pertumbuhan, tanaman cabai di sentra tanaman sayuran itu dalam kondisi bagus."Namun dengan adanya curah hujan yang tinggi, serangan jamurnya luar biasa," katanya.

Menurut dia, petani sudah menggunakan pestisida dengan dosis yang cukup tinggi namun serangan jamur tersebut tidak dapat ditangani karena cuaca sangat ekstrem. Jika tanaman cabai sudah terserang jamur dan bakteri, biasanya tidak bisa bertahan lama. "Dengan kondisi seperti ini, petani jelas rugi besar, gagal panen," katanya.

Sugito bilang, luasan lahan cabai di Desa Serang sempat mencapai 50 hektare namun sekarang hanya tersisa sekitar 15 hektare. Menurut dia, hal itu disebabkan petani merugi setelah proyek kerja sama dengan salah satu produsen makanan kemasan ternyata gagal, sehingga mereka beralih ke tanaman sayuran lain.

(Sumarwoto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini
Terbaru