Petani Lamongan kesusahan dapatkan pupuk subsidi

Minggu, 22 Maret 2015 | 14:13 WIB   Reporter: Tri Sulistiowati
Petani Lamongan kesusahan dapatkan pupuk subsidi

ILUSTRASI. Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr. (tengah) bersama Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah (kiri) dam Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar?di Jakarta (6/10/2023).


LAMONGAN. Petani di wilayah Lomongan Selatan susah mendapatkan pupuk. Mereka mengantungkan nasibnya pada pupuk bersubsidi, namun sayangnya distribusinya tidak tepat waktu.

Menjelajahi wilayah Jawa Timur, pemandangan yang paling banyak nampak adalah lahan padi. Seperti diwilayah Jombang, Lamongan, Jember, dan lainnya. Maklum saja, sebagian besar penduduk wilayah tersebut berprofesi sebagai petani.

Kebanyakan mereka menggeluti pekerjaan tersebut karena mewarisi lahan dari orang tua. Meski sudah makan asam garam dunia pertanian, namun masih banyak kendala yang dialami oleh petani di Jawa Timur ini.

Waelan, salah satu petani mengeluhkan pendistribusian pupuk yang sering terlambat. "Telatnya bisa sekitar dua minggu sampai satu bulan", tambahnya pada KONTAN, saat acara peluncuran produk baru BASF, Seltima di Jombang.

Tidak tinggal diam, laki-laki berkulit gelap ini melakukan cek dan ricek barang dipasaran. Hasilnya, banyak pupuk dengan merek yang sama dijual dipasaran. Meski begitu, para petani enggan membeli pupuk diluar karena terbatasnya modal.

"Mau tidak mau kita ya harus menunggu, kita tidak punya modal besar", jelasnya. Asal tahu saja, Waelan sudah menjadi petani sejak tahun 1968. Lahan miliknya hampir satu hektare.

Dalam sekali panen dia bisa menghasilkan gabah sekitar lima ton. Sayangnya, dia hanya menjual gabahnya sekitar tiga ton dan dua ton sisanya digunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari. Dia menjual gabahnya seharga Rp 3.500 hingga Rp 3.700 per kilogram (Kg) bila dihitung dalam setahun omsetnya sekitar Rp 10 juta. Waelan bilang keuntungan yang didapatkannya sangat tipis hanya sekitar 20% dari omset.

Petani lainnya yang juga mengeluh adalah Sutio, petani dari Lamongan Selatan. Dia mengeluhkan jumlah subsidi pupuk kurang dengan kebutuhan rata-rata petani. Dalam setahun dia membutuhkan pupuk sekitar enam kuintal sedangkan, subsidi pupuk yang didapatkannya hanya 4,5 kuintal.

Sampai saat ini tidak ada upaya yang bisa dia lakukan dengan teman-temannya untuk menaikan jumlah subsidi pupuk. Kalau mereka merasa kurang mau tidak mau mereka membeli pupuk sendiri.

Sekedar informasi, Sutio sudah menjadi petani padi sejak dia masih remaja. Saat ini dia mengelola lahan padi hampir satu hektar dengan dibantu empat orang. Khusus untuk petani diwilayah Lamongan selatan, musim panen hanya dilakukan satu tahun sekali. Dalam setahun dia bisa menghasilkan gabah sekitar lima ton.

Sama dengan petani padi lainnya, dia hanya menjual empat ton gabah dari total panen. Untuk harganya, dia membandrolnya sekitar Rp 3500 per kg. Dalam setahun, dia bisa mengantongi hasil penjualan sekitar Rp 14 juta. Dia bilang, untuk keuntungan bersihnya tipis. "Total biaya operasional dan pembelian bibit itu cukup mahal", pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa
Terbaru